Pimpinan KPK Tak Kompak soal SP3
jpnn.com - JAKARTA - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ternyata tak kompak soal revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. Terutama kalau tujuan revisi hanya untuk mereduksi kewenangan lembaga antirasuah tersebut.
Ketidakkompakan itu diperlihatkan Plt Wakil Ketua KPK, Johan Budi yang tak sependapat dengan Plt Ketua KPK, Taufiequrachman Ruki terkait perubahan kewenangan KPK yang selama ini tidak mengenal SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) menjadi bisa menerbitkan SP3.
"Harus dilihat filosofi KPK berdiri, kenapa tidak ada SP3? Karena waktu itu ada semangat bahwa penanganan perkara itu jangan jadi ATM bagi yang berperkara. Jadi, jika seseorang sudah jadi tersangka. Kemudian, diobral SP3 itu," kata Johan Budi di gedung DPR Jakarta, Kamis (18/6).
Karena itulah, lanjut Johan, KPK sebagai lembaga penegak hukum yang memberantas korupsi diberi kewenangan khsusus tidak bisa mengeluarkan SP3. Dengan begitu KPK juga harus sangat berhati-hati dalam menetapkan seseorang jadi tersangka.
"Jadi ada sejarahnya, KPK harus hati-hati menetapkan seseorang menjadi tersangka. Setelah itu di KPK proses penyelidikan itu sangat lama. KPK tidak bisa SP3. Saya kira KPK yang tidak punya kewenangan SP3 itu harus dipertahankan," tegasnya.
Selain itu, Johan Budi menyatakan ketidaksetujuan terhadap revisi UU KPK bila tujuannya untuk mereduksi kewenangan yang dimiliki lembaga tersebut. Seperti soal penyadapan dan penuntutan.
"Yang saya baca, itu kan soal penuntutan (kembali) dengan pihak kejaksaan, kemudian soal penyadapan. Kalau itu tujuannya saya kira lebih baik UU KPK jangan direvisi dulu. Saya tidak setuju kalau revisinya seperti itu," tandasnya.(fat/jpnn)