Pimpinan KPK Tak Utuh, Ini Konsekuensinya
jpnn.com - JAKARTA - Pakar hukum administrasi negara dari Universitas Padjajaran, I Gede Panca Astawa mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus dipimpin oleh lima komisioner untuk mengambil keputusan. Jika pimpinan KPK tak sampai 5 orang, maka pengambilan keputusannya akan menimbulkan konsekuensi soal legalitas.
Gede menegaskan bahwa pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial. Sifat kolektif kolegial itu melekat pada pengambilan keputusan.
"Pilihan apapun yang ditempuh pimpinan akan menghadirkan konsekuensi hukum. Berempat boleh, tapi konsekuensinya tidak sah," kata Astawa saat menjadi saksi ahli dalam persidangan praperadilan Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (11/2).
Salah satu kuasa hukum KPK, Rasamala Aritonang lantas menanyakan sifat kolektif kolegial dalam pengambilan keputusan jika ada salah satu pimpinan KPK meninggal dunia. "Apabila kemudian ada suatu ketika pimpinan meninggal satu orang, sehingga jumlah pimpinan kurang dari lima, apakah pimpinan yang ada tidak sah memberikan keputusan?" tanya Rasamala.
Menanggapi pertanyaan itu Astawa mengatakan, presiden harus segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). "Perppu menjawab satu kondisi khusus yang harus disegerakan," ucapnya.
Selama menunggu perppu diterbitkan, lanjut Astawa, empat pimpinan KPK tidak dapat melakukan aktivitas. Konsekuensinya, kegiatan di lembaga antirasuah itu untuk sementara harus dihentikan.
"Harus menunggu. Harus berhenti sementara," tegas Astawa.
Ia menambahkan, presiden sebenarnya tidak memerlukan waktu lama untuk menerbitkan perppu. “Presiden tahu ada pimpinan KPK meninggal, bisa hari itu juga terbitkan (perppu)," tandasnya.(gil/jpnn)