PKB Anggap Usul Penundaan Rekapitulasi Bentuk Intimidasi
jpnn.com - JAKARTA - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai salah satu partai pengusung Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) di pemilu presiden (pilpres) menentang permintaan kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa agar proses rekapitulasi suara di Komisi Pemilihan Umum (KPU) ditunda untuk memberikan kesempatan menggelar pemungutan suara ulang (PSU). Alasannya, menunda proses rekapitulasi demi menggelar PSU jelas menyalahi undang-undang.
Menurut Ketua DPP PKB yang juga anggota Tim Pemenangan Jokowi-JK, Marwan Jafar, tak ada dasar hukum untuk menghentikan poses rekapitulasi suara yang tengah berlangsung di KPU dan menggelar PSU setelah masa waktu yang diatur dalam undang-undang terlewati. Merujuk pada ketentuan UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres, Marwan menyebutkan, pasal 165 ayat (4) mengatur bahwa PSU dilaksanakan berdasarkan keputusan panitia pemilihan kecamatan (PPK) paling lama 10 hari setelah coblosan pada 9 Juli lalu.
“Jadi ini seperti tidak tahu undang-undang. Kalaupun memang keberatan dengan hasil rekapitulasi KPU, kan ada proses yang bisa ditempuh yakni mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). UU mengatur gugatan diajukan paling lama tiga hari setelah penetapan di KPU,” kata Marwan di Jakarta, Minggu (20/7) malam.
Kalaupun kubu Prabowo-Hatta menggugat ke MK, lanjut Marwan, ia meyakini hal itu tak akan merubah posisi pasangan capres-cawapres terpilih. Sebab, posisi perolehan suara capres-cawapres tak akan banyak berubah.
Sementara jika dilakukan penundaan rekapitulasi suara secara nasional, Marwan mengatakan bahwa pasal 158 ayat (1) UU Pilpres memang mengatur bahwa penetapan hasil pilpres dilakukan paling lama 30 hari sejak pemungutan suara. Namun, Marwan mengkhawatirkan kemungkinan lain jika penetapan ditunda. “Menunda apa yang sudah ditetapkan oleh KPU adalah bentuk intervensi dan intimidasi politik," ulasnya.
Karenanya Marwan menyarankan agar semua pihak menghargai kerja KPU dalam merekap hasil suara pilpres. "Biarlah KPU bekerja secara independen sesuai dengan UU yang berlaku. Bagaimanapun kita adalah negara hukum," pungkasnya.(ara/jpnn)