Please, Jangan Berantas Teroris dengan Pendekatan Perang
jpnn.com - JAKARTA - Munculnya wacana tentang pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme memunculkan kekhawatiran baru. Sebab, masuknya militer secara aktif sebagaimana tertuang dalam Rancangan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme bisa menjadi langkah mundur.
Menurut peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hermawan Sulistyo, upaya pemberantasan teroris berbeda dengan perang. Karenanya, ia mewanti-wanti agar jangan sampai revisi atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme justru menjadi pintu masuk untuk menarik keterlibatan TNI.
“Pemberantasan teror jangan ditarik ke sektor pertahanan. Ini bukan perang,” katanya dalam diskusi bertema Arah Revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme di DPR, Selasa (28/6).
Dalam diskusi yang juga dihadiri anggota Pansus RUU Antiterorisme, Sarifuddin Sudding dan Direktur Imparsial, Al Araf itu Hermawan mengatakan, sasaran teror adalah masyarakat sipil. Itu pula yang membedakan pemberantasan teroris dengan perang.
"Itulah kenapa tentara harus dibatasi keterlibatannya. Ini sipil, bukan perang," ujar pengamat terorisme itu.
Selain itu Hermawan juga mengingatkan bahwa pemberantasan teroris tetap harus mengutamakan akuntabilitas. Teroris yang mati pun harus diketahui penyebabnya.
“Karena itu (teror) ranah sipil, maka harus ada proses hukum, harus ada akuntabilitasnya mengapa seseorang mati dan siapa yang membunuhnya,” tuturnya.(ara/jpnn)