Pola Asuh Anak Harus Seragam
jpnn.com - SETIAP pasangan yang akan menikah idealnya sudah melakukan konseling calon pengantin untuk membentuk sebuah komitmen yang akan dijalani sebagai pasangan hidup berumah tangga. Tentunya setiap pasangan juga sudah siap menjadi orangtua. Menurut psikolog Biro Mata V Hati Samarinda Yulia Wahyu Ningrum, komitmen atau perjanjian sebelum menikah sangat perlu dibuat.
Tidak sekadar perjanjian mengenai masalah finansial, diperbolehkan atau tidak istri bekerja, privasi menggunakan barang pribadi, tapi juga tentang pola asuh anak.
“Setiap pasangan memiliki pemikiran berbeda, begitu juga dengan pola asuh antara suami dan istri. Pola asuh yang berbeda dapat berpengaruh besar bagi anak-anak,” papar Yulia.
Yulia mengatakan, perbedaan pola asuh bisa menimbulkan kebingungan anak, yang membuat perilakunya tidak kooperatif. Tidak mau bekerja sama dan cenderung membangkang, sehingga menjadi anak yang mudah ragu-ragu.
“Ayah dan ibu harus mendiskusikan konsep apa yang akan diberlakukan pada anak, supaya anak tidak bingung dalam menentukan sikap. Siapa yang harus dipercaya dan siapa yang diikuti kata-katanya,” terangnya.
Misalnya, sambung dia, saat anak melakukan kesalahan, ayah yang memiliki peran marah boleh memarahi anak dengan catatan tanpa menyakiti fisik dan membentak berlebihan. Sedangkan tugas ibu membuat suasana mencair dan netral. Membuat anak mengakui kesalahan dan meminta maaf serta tidak dendam kepada ayah.
“Semua itu harus dilakukan dengan konsisten agar anak memahami peran ayah dan peran ibu. Mengerti bahwa semua yang ada di rumah tangga memiliki peran masing-masing dan harus bekerja sama antara satu dengan yang lain,” jelasnya.(*/ni/rom/k9)