Polisi Siap Hadapi Praperadilan
Soal Penangkapan Ferry YuliantonoSelasa, 01 Juli 2008 – 10:41 WIB
”Itu (informasi, Red) intelejen hanya satu masukan. Masukan kan bisa dari mana saja. Kita bekerja berdasarkan fakta,” kata Kapolri di sela-sela rangkaian peringatan Hari Bhayangkara di Taman Makam Pahlawa Kalibata kemarin. Memang apa buktinya? ”Kalau kita bekerja tanpa bukti, kita bisa dipraperadilankan. Kita tidak mungkin bekerja seperti model dulu lagi,” jawabnya.
Seperti yang dilakukan sejumlah aktvis pro demokrasi yang mengatasanamakan Gerakan Kaum Muda di kantor Kontras kemarin. ”Kalau memang Kepala BIN sudah tahu (akan terjadi demo rusuh, Red), mengapa tidak ada antisipasi? Atau jangan-jangan ini sengaja dibiarkan,” tanya Ketua Pedoman Indonesia Fadjroel Rachman. Praktik semacam ini dikhwatirkan akan membawa Indonesia kembali ke masa kediktatoran.
Di tempat terpisah, Komite Bangkit Indonesia (KBI), kemarin (30/6) mengadukan penangkapan Ferry ke Komnas HAM. Mereka meminta Komnas membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) terkait demo anarkis pada 24 Juni lalu yang kemudian disangkutpautkan dengan Ferry itu. Penangkapan dan penahanan Ferry oleh polisi juga dipersoalkan. ”Ini mengganggu mekanisme demokrasi di negeri ini,” ujar Adhie Massardi, jubir KBI, di kantor Komnas HAM.
Ikut juga Sekjen Dewan Tani Indonesia Anggawira. Rombongan diterima Komisioner Pemantau dan Penyelidikan Komnas HAM Johny Nelson Simanjuntak. Johny mengatakan, pihaknya akan meminta klarifikasi Kapolri dan Kepala BIN soal penangkapan Ferry. ”Informasi dari intelijen tidak bisa serta merta menjadi dasar penangkapan,” kata Johny.
Seperti diberitakan, aksi unjuk rasa mahasiswa pada 24 Juni lalu berujung rusuh. Massa membakar mobil pelat merah dan merobohkan tembok gedung DPR. Kepala BIN Syamsir Siregar sembat menyebut inisial FY sebagai penggerak aksi tersebut. FY yang belakangan diketahui sebagai Ferry Joko Yuliantono, langsung ditangkap polisi begitu dia tiba dari Tiongkok. (naz/bay/fal/nw)