Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Politikus Bersahaja yang Jadi Jembatan Keraton dengan Ulama

Rabu, 01 Januari 2014 – 08:38 WIB
Politikus Bersahaja yang Jadi Jembatan Keraton dengan Ulama - JPNN.COM

jpnn.com - DI pengujung 2013 Keraton Jogjakarta berduka. Adik kandung Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X, Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Joyokusumo, kemarin (31/12) pukul 16.58 meninggal dunia di RS Medistra Jakarta karena penyakit komplikasi.

Selain menjadi politikus dan pengusaha, Joyokusumo dikenal sebagai jembatan penghubung keraton dengan para ulama.
------------
HEDITIA DAMANIK, Jogja
------------
DALAM garis keturunan Sultan HB IX, GBPH Joyokusumo merupakan putra keenam dari garwa dalem (istri) KRAy Windyaningrum. Selain HB X, kakak kandungnya yang lain adalah KGPH Hadiwinoto yang kini menjabat lurah pangeran atau pangeran paling senior di keraton.

Posisinya persis berada di bawah GBPH Prabukusumo, saudara lain ibu yang lahir dari garwa KRAy Hastungkoro.
 
Gusti Joyo -panggilan GBPH Joyokusumo- tutup usia pada umur 58 tahun karena penyakit komplikasi yang diderita sejak beberapa tahun belakangan. Almarhum meninggalkan seorang istri, BRAy Nuraida Joyokusumo, dan tiga anak: dua putri dan satu putra.
 
Menurut adik almarhum, GBPH Yudhaningrat, sudah lama kakaknya itu keluar masuk rumah sakit (RS) di Jakarta maupun Jogja. "Baru dua minggu lalu dibawa ke RS Medistra. Sempat dioperasi karena ada gangguan jantung. Sedianya akan dioperasi lagi untuk ginjal, namun Mas Joyo tampaknya sudah tidak tahan dan tak sadarkan diri," ujar kepala Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu saat ditemui seusai rapat paripurna DPRD DIY di gedung dewan provinsi kemarin.
 
Rencananya, jenazah Gusti Joyo diterbangkan dari Jakarta ke Jogjakarta hari ini (1/1) pukul 08.00. Namun, jam pemakaman dan tempatnya belum diputuskan karena keluarga masih harus merapatkan lebih dulu. "Kemungkinannya kalau tidak di kompleks makam Imogiri ya di Kotagede," terang Gusti Yudha -sapaan GBPH Yudhaningrat- kepada Jawa Pos Radar Jogja.
 
Gusti Yudha mengatakan, meski sakit dan harus menggunakan kursi roda, Gusti Joyo tetap aktif mengikuti acara-acara keraton. Misalnya saat keraton menyelenggarakan royal wedding putri keempat HB X, GKR Hayu, dengan KPH Notonegoro Oktober lalu. "Beliau hadir dan menyapa kerabat dan para tamu. Mungkin karena di rumah sepi," kenang Gusti Yudha.
 
Di keraton Gusti Joyo menjabat sejumlah Pengageng. Di antaranya Pengageng Kawedanan Hageng Panitrapura (sekretaris keraton), Panitra Budaya, dan Parentah Hageng. Selain itu, dia dikenal dekat dengan para ulama. Dia menjadi jembatan penghubung keraton dengan para pemuka agama.

Setiap keraton memperingati ulang tahun, Gusti Joyo rutin menggelar mujahadah dan semaan Alquran dengan  menghadirkan sejumlah kiai dan ulama serta ribuan santri se-Jawa. "Jadi, beliau yang mengakomodasi para agamawan," ujar mantan kepala Taman Budaya Jogjakarta tersebut.
 
Ketika rakyat Jogjakarta ramai-ramai memperjuangkan UU Keistimewaan DIY, Gusti Joyo punya peran yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Menurut Yudhaningrat, alumnus SMAN 1 Jogjakarta tersebut kerap dijadikan jujukan untuk konsultasi. Almarhum juga kerap terlibat dalam forum-forum penghimpunan aspirasi keistimewaan mewakili keraton. "Beliau sering diminta maringi sesurah (memberi nasihat)," tambahnya.
 
Di dunia politik, Gusti Joyo dikenal sangat aktif. Jabatan terakhir pria kelahiran Jogja, 27 Oktober 1955, itu adalah anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar. Dia menjadi anggota DPR tiga periode: 1997-1999, 1999-2004, dan 2004-2009. Sebelum menjadi anggota parlemen di Senayan, pangeran yang bernama kecil Bendoro Raden Mas (BRM) Sumiyandono tersebut pernah menjabat wakil ketua DPRD Kota Jogja 1987"1997.
 
Di partai beringin, ayah tiga anak itu pernah menjabat ketua bidang seni dan budaya DPP Partai Golkar (1998"2004). Dia juga menjabat koordinator wilayah Golkar DIY-Jateng. Saat muda, almarhum aktif di sejumlah organisasi kepemudaan dan himpunan pengusaha.

Antara lain menjadi ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) DIY dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) DIY. Kediamannya di kompleks keraton sampai saat ini dimanfaatkan untuk membuka usaha restoran, Gadri Resto dan  Joy Roti.

Sementara itu, hingga pukul 22.30, jenazah Gusti Joyo masih berada di RS Medistra. Rencananya jenazah disemayamkan di rumah dinas Wakil Ketua DPD GKR Hemas (istri Sultan HB X) di Jalan Denpasar, Jakarta, tidak jauh dari RS Medistra.
 
Beberapa kerabat tampak menunggui di luar ruang jenazah. Antara lain, istri almarhum, BRAy Nuraida Joyokusumo, serta dua anak almarhum, Nur Handani dan Dimas. Wajah mereka tampak sembap, menangisi kepergian kepala keluarga mereka.
 
Nuraida masih enggan berbicara banyak kepada wartawan. Begitu pula dua anaknya. "Mohon maaf, kami belum bisa bicara apa-apa," ujar Nur Handani kepada Jawa Pos. "Kami belum tahu kapan bapak dibawa ke Jogja. Semua sudah diatur oleh yang lain," tambahnya.
 
Suasana di rumah dinas Wakil Ketua DPD GKR Hemas di Jalan Denpasar ramai dikunjungi petakziah. Sejumlah kerabat dan kolega almarhum berdatangan. Tampak sejumlah politikus Partai Golkar dan Partai Nasdem.
 
Menurut seorang kebarat almarhum, Gusti Joyo meninggal karena komplikasi ginjal, jantung, dan diabetes. Gusti Joyo masuk RS Medistra sejak akhir pekan lalu. "Beliau memang sudah lama keluar masuk rumah sakit," ujar kerabat yang meminta namanya tidak dikorankan itu.
 
Komplikasi yang dialami Gusti Joyo sudah berlangsung cukup lama. Sumber itu menyebutkan, sejak ramai pembahasan RUU Keistimewaan Jogjakarta, Gusti Joyo sudah sakit-sakitan. Namun, hal itu tidak memengaruhi semangatnya untuk mendukung keistimewaan Jogja.
 
Sebelum masuk RS Medistra, Gusti Joyo pernah dirawat di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta. Bahkan, dia pernah menjalani perawatan di salah satu rumah sakit di Tiongkok. "Malahan, rencananya mau ke Taiwan untuk berobat," ujarnya.
 
Gusti Joyo, menurut sumber itu, belakangan sering ke Jakarta untuk berobat. Hanya sesekali pulang ke Jogjakarta. "Misalnya, saat ngunduh mantu Mas Dimas (putra pertama Gusti Joyo, Red) Oktober lalu, almarhum pulang ke Jogja. Setelah itu kembali lagi ke Jakarta."
 
Ketua DPP Partai Nasdem Ferry Mursyidan Baldan yang tadi malam melayat ke rumah dinas GKR Hemas menyatakan kenal dekat dengan sosok Gusti Joyo semasih sama-sama di Golkar. Ferry mengenalnya sebagai politikus yang kalem dan bersahaja. "Dia sangat low profile," ujarnya.
 
Padahal, kata Ferry, sebagai salah seorang keturunan raja Jawa, Gusti Joyo bisa menunjukkan pengaruhnya. Namun, dia tidak pernah menampakkan latar belakangnya itu semasa masih aktif di DPR. "Almarhum tak pernah menunjukkan bahwa dia keturunan raja Jawa," tuturnya.
 
Semasa di DPR, Gusti Joyo cukup lama di Komisi VI DPR. Menurut Ferry, Gusti Joyo adalah contoh politikus yang layak diteladani meski akhirnya pada 2009 memutuskan untuk tidak maju kembali dalam pileg. "Ya mungkin karena beliau sakit. Jadi, memutuskan untuk tidak maju lagi," ujarnya.
 
Ferry memiliki cerita menarik saat menghadiri acara pernikahan anak Sultan HB X pada Oktober 2013. Saat itu, Gusti Joyo meminta secara pribadi kepada Sultan agar bisa berfoto dengan kakaknya itu.

"Menurut saya, itu aneh. Kok tumben Gusti Joyo minta foto bareng kakaknya," ungkapnya. (dilengkapi Tri M Bayuaji dan Dody BP dari Jakarta/c9/ari)

DI pengujung 2013 Keraton Jogjakarta berduka. Adik kandung Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X, Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Joyokusumo, kemarin

Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News