Polri Dinilai Tak Mampu Cegah Aksi Bakar Surat Suara
jpnn.com - JAKARTA - Tujuh kasus pembakaran surat suara selama sebulan terakhir menjadi perhatian Indonesia Police Watch (IPW). Ketua IPW) Neta S Pane menilai aparat kepolisian tidak mampu mencegah aksi pembakaran surat suara tersebut.
"Polri bisa dikatakan gagal menjaga keamanan pasca-pencoblosan," kata Neta S Pane, Minggu (20/4).
Berdasarkan data yang dihimpun IPW, ada dua kasus pembakaran di Sulawesi Tengah dua peristiwa. Yang lain ada di Jambi, Sumatera Utara,
Nusa Tenggara Barat, Bengkulu, serta Nusa Tenggara Timur.
Enam kasus pembakaran surat suara terjadi setelah pencoblosan dan satu peristiwa sebelum pencoblosan. Aksi pembakaran itu terjadi di dua di kantor desa, tiga di kantor kecamatan, dan satu peristiwa terjadi saat massa mengamuk di kantor KPUD.
"Tragisnya, aksi pembakaran itu ada yang dilakukan secara terang-terangan, misalnya di Jambi dan di Bima (NTB). Surat suara diambil dari kantor desa dan dibakar di halaman kantor desa. Polisi yang berjaga tidak berdaya menghadapi aksi massa. Selain itu ada pula kantor kecamatan yang dilempar bom molotov hingga seluruh surat suara terbakar," ujar Neta.
Menurut Neta, aksi brutal tersebut sangat meresahkan masyarakat. Polisi, kata dia, selalu beralasan memiliki jumlah personil yang terbatas. "Seharusnya polisi meningkatkan kinerja intelijen dan babinkamtibmasnya di sepanjang proses Pemilu 2014, sehingga bisa dengan maksimal melakukan deteksi dan antisipasi dini. Sehingga polisi tidak kelabakan saat massa muncul dan tidak membiarkan saat massa membakar surat suara," tegas Neta. (fas/jpnn)