Potensi Obral Aset Negara Bermula Dari Sikap Inkonsistensi
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat ekonomi Enny Sri Hartati menilai, potensi mengobral aset negara bermula dari sikap inkonsistensi. Pemerintah yang sebelumnya berkomitmen membangun sejumlah infrastruktur untuk mengejar ketertinggalan, justru lama kelamaan terkesan menjadikan pembangunan menjadi modus untuk mendapatkan keuntungan, diduga untuk kelompok tertentu.
Dugaan berawal dari sikap pemerintah yang mempercayakan hampir seluruh proyek infrastruktur dikerjakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Bahkan ada beberapa proyek yang penunjukan, pelaksana dan monitoringnya dilakukan oleh BUMN yang sama.
"Akibatnya, banyak yang bermasalah. Di berbagai daerah itu dketahui terdapat sejumlah proyek yang belum dibayarkan kepada kontraktor di daerah," ujar Enny pada diskusi yang digelar Satuan Relawan Indonesia Raya (Satria) yang mengangkat tema 'Musim Obral Aset Negara' di Bilangan Kramat Pela, Jakarta Selatan, Rabu (22/11).
Dalam kondisi finansial yang memprihatinkan, kata Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) ini, muncul ide dari pemerintah untuk mencari cara dana dengan cara yang instan. Di sinilah kemudian terjadi sikap inkonsistensi, peluang mengobral aset negara terjadi.
"Jadi karena tagihan yang mangkrak berbulan-bulan, ada ide untuk menyerahkan (sejumlah proyek infrastruktur,red) ke swasta. Kemarin ada statemen Presiden Joko Widodo, misalnya satu BUMN membangun dengan biaya Rp 10 triliun, maka kalau dijual Rp 30 triliun akan untung," ucap Enny.
Menurut Enny, dari statemen tersebut muncul logika sederhana, kalau dari nilai proyek yang dibangun bisa dijual hingga Rp 30 triliun, kenapa harus dijual. Selain itu, Enny juga mengingatkan tidak ada satu pun negara di dunia ini yang mempercayakan pengelolaan bidang strategis pada swasta. selama ini yang terjadi proses pembangunanya yang dikerjasamakan dengan pihak swasta.
"Jadi se-liberal apa pun sebuah negara, pasti melindungi kepentingan nasional masing-masing. Apalagi aset strategis seperti bandara dan pelabuhan, itu pintu gerbang sebuah negara. Tidak mungkin pengelolaannya diserahkan ke swasta," pungkas Enny.(gir/jpnn)