Praktik Perbudakan di Benjina, Laut jadi Tempat Pembuangan Mayat
jpnn.com - JAKARTA - Malang benar nasib para awak buah kapal (ABK) di Benjina Kepulauan Aru, Maluku. Selain tenaganya diperas untuk kerja di luar waktu kewajaran, ABK yang kebanyakan berasal dari Myanmar ini juga kerap mendapatkan siksaan dari PT Benjina Resources (PBR).
Jika ada yang sampai meninggal atau mengalami kecelakaan saat kerja, jenazah ABK ini diperlakukan seenaknya. Tak ada pemakaman ataupun doa, namun langsung dibuang begitu saja di laut. Bila ada yang beruntung, mayat tersebut dibekukan beberapa hari baru nanti diturunkan di darat.
"Jadi kalau mati di tengah laut dimasukkan ke cold room mereka, dibekukan. Begitu landing di Benjina diturunkan mayatnya. Sebelumnya dibuang mayatnya begitu saja di laut. Orang yang diwawancara (KKP-red) bilang, mungkin di laut ini banyak tulang-belulang dari manusia budak-budak ini. Kami enggak tahu," ulas Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti di kantornya, Jakarta, Rabu (8/4) petang.
Kalaupun ada 77 makam berjejer di Benjina, sambung Susi, hal itu baru disediakan PBR sejak 2009. Saat itu, para ABK berdemo karena banyak temannya yang diperlakukan tak lazim saat meninggal.
"Begitu banyak orang mati, begitu banyak orang meninggal. Itu kuburan yang kalian lihat itu (di Benjina-red) setelah mereka demo baru dibawa ke darat dan dikubur di situ," ungkap bos maskapai Susi Air ini.
Untuk itu, Susi meminta agar kementerian terkait dan masyarakt bahu membahu satu suara memberantas praktik perbudakan maupun illegal fishing. Apapun itu, sambung Susi ,tidak ada yang boleh dibiarkan meninggal sia-sia hanya karena tenaganya diperas untuk bekerja.
"Tidak bisa kami biarkan manusia mati hanya untuk bisnis. It's cannot. Mudah-mudahan masyarakat di pulau-pulau kecil melihat yang seperti ini langsung lapor, jadi tidak terjadi lagi di tempat lain," pintanya. (chi/jpnn)