Rampung Diperiksa, PK Alex Semoga Jadi Momentum Perbaikan Sistem Peradilan
Sementara Alex Denni baru memperoleh pemberitahuan putusan Pengadilan Tinggi pada Februari 2012 meski telah diputus pada 2008.
Menurut Rocky, jika pemberitahuan putusan pengadilan tinggi dilakukan lebih awal, misalkan di 2010, hakim yang memeriksa Alex Denni di tingkat kasasi pasti akan sama dengan yang memeriksa Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah.
"Saya melihat, dari teknis administrasi peradilan mulai banding hingga kasasi, ada yang ditutupi supaya hakimnya tetap beda. Ada skenario membedakan hakim sehingga terjadi perbedaan putusan," kata Rocky.
Berbagai kejanggalan tersebut menguatkan dugaan adanya rekayasa hukum dalam kasus Alex Denni. Dalam analisisnya mengenai pengenaan Pasal 55 ayat 1 KUHP mengenai pidana penyertaan, Rocky menyebutkan, ketiga terdakwa semestinya sama-sama bebas.
Namun, karena perbedaan majelis hakim, hanya Alex Denni yang dinyatakan bersalah.
Akibatnya, kata Rocky, persepsi yang muncul adalah Alex Denni merupakan pelaku tunggal dalam dugaan tindak pidana korupsi tersebut. Hal ini tidak konsisten dengan dakwaan Pasal 55 KUHP.
Rocky juga menilai kasus Alex Denni mengandung aspek pelanggaran HAM yang tinggi. Alex harus menunggu selama empat tahun untuk mendapatkan pemberitahuan putusan pengadilan tinggi. Dia juga harus menunggu selama 11 tahun untuk mendapatkan pemberitahuan putusan kasasi.
"Dengan empat tahun baru disampaikan pemberitahuan banding kemudian baru dieksekusi setelah 11 tahun putusan kasasi, orang dibuat dalam posisi ketidakpastian hukum selama belasan tahun. Selama belasan tahun, orang tersebut juga tidak mendapatkan keadilan. Ini jelas pelanggaran HAM," kata Rocky.(gir/jpnn)