Ratusan Perempuan Australia Alami Depresi Pasca Melahirkan
Kamis, 20 November 2014 – 20:59 WIB
Lebih dari 600 perempuan Australia setiap tahunnya menderita gejala gangguan kejiwaan (psikosis) serius terkait dengan kehamilan atau postpartum psikosis, namun banyak negara bagian tidak menyediakan fasilitas rawat inap di rumah sakit untuk mengatasi kondisi tersebut.
Sebuah penyelidikan yang dilakukan ABC mendapati beberapa negara bagian dan teritori memiliki sumber daya yang sangat buruk dalam membantu menangani wanita yang menderita postpartum psikosis.
NSW, Tasmania dan Northern Territory adalah yang terburuk, lantaran tidak menyediakan ruang khusus di rumah sakit umum untuk membantu ibu yang baru melahirkan dengan kondisi kejiwaan yang melemahkan ini.
Sementara di negara bagian lainnya, sejumlah pengacara mengatakan ada tersedia ruang perawatan khusus postpartum psikosis, hanya saja daftar tunggunya sangat lama.
Post-partum psikosis, atau merupakan kondisi ekstrim depresi yang dialami seorang wanita setelah melahirkan.
Gejala ini sudah lama dikenali dan dialami 1 dari 500 ibu. Gejala ini dapat berkembang selama masa kehamilan atau beberapa bulan setelah melahirkan.
Para pakar mengatakan ada sejumlah teori mengenai penyebab dari kondisi ini mulai dari kecenderungan genetis, kondisi yang dihadapi ibu, perubahan hormon, gangguan jam tidur dan inflamasi atau peradangan.
Perempuan yang mengalami postpartum psikosis sering memerlukan perawatan di rumah sakit. Bahkan pada beberapa kasus, opsi terbaik adalah ibu ditempatkan diruan perawatan khusus yang tetap memungkinkan ia membawa serta bayinya agar bisa tetap menjalin hubungan emosi dengan bayi yang baru dilahirkannya.
Para penggiat isu ini menggunakan pekan Depresi Pasca Kelahiran yang dirayakanpekan ini untuk meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya pelayanan yang lebih baik bagi perempuan yang baru melahirkan dan anak yang dilahirkannya.
Harus segera ditangani psikiater
Professor Philip Boyce, Kepala Unit Penelitian Klinis Psikologi Perinatal di Rumah Sakit Westmead Sydney, mengatakan ketika perempuan mengalami gejala postpartum psikosis maka sangat mendesak untuk ditangani psikolog dan perlu dirawat di ruang khusus yang layak.
"Gejala gangguan kejiwaan atau psikosis yang dialami ibu setelah melahirkan bentunya bermacam-macam, mulai dari berhalusinasi, mendengar suara-suara dan gagasan-gagasan palsu,” kata Professor Boyce.
"Salah satu yang mudah dikenali adalah mereka kerap memiliki pikiran kuat yang tidak benar mengenai kondisi bayinya, mereka bisa saja melakukan hal-hal yang dapat menyakiti bayinya dan itu merupakan hal yang sangat menakutkan baginya,”
Pengalaman serupa dialami oleh Tessa Staines dua pekan setelah melahirkan anak laki-laki pertamanya. Ketika itu ia mulai mendengar suara teriakan di kepalanya.
"Saya bangun pada suatu pagi dan kepala saya seperti dipenuhi dengan pikiran yang mengganggu dan saya tidak mengetahui itu apa dan bagaimana menyingkirkannya dan saya sangat ketakutan,” tuturnya.
Lantaran bising dan mengganggunya suara dan pikiran itu, Staines sampai merasa kepalanya seperti mau pecah dan ia memutuskan untuk menemui dokter yang kemudian mendiagnosanya menderita postpartum psikosis yang dipicu stress dan gangguan hormon.
Bulan-bulan awal menjalani peran sebagai ibu, Staines terpaksa harus mengkonsumsi obat anti depresan hingga kondisi pikirannya kembali normal. Sekarang anaknya berusia 6 tahun.
Selain kurangnya fasilitas perawatan masalah lain yang juga terjadi adalah ibu yang menderita postpartum psikosis biasanya enggan berobat karena takut berjauhan dengan bayinya.
Padahal menurut Profesor Boyce perawatan khusus di rumah sakit penting untuk memastikan mereka mendapat pengobatan yang tepat.
Untuk mengatasi masalah ini Profesor Boyce mendesak agar setiap rumah sakit menyediakan sedikitnya 2 hingga 6 ranjang pengobatan bagi ibu dan bayi di seluruh negara bagian untuk pelayanan postpartum psikosis.