Rawan Jual Beli Suara di Pengesahan RUU Pilkada
jpnn.com - JAKARTA - Pengesahan RUU Pilkada rawan politik uang mengingat masa jabatan wakil rakyat periode 2009-2014 di DPR segera berakhir.
Pengamat politik dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahuddin menjelaskan, transaksi politik rawan terjadi karena banyak anggota DPR incumbent yang tidak terpilih lagi.
Mereka ditengarai dapat memperjualbelikan hak suaranya untuk kepentingan pihak tertentu.
"Mereka yang tidak terpilih lagi akan berpikir menjual hak suaranya, apabila mekanisme pengesahan RUU Pilkada dilakukan secara voting," bebernya saat dihubungi, Kamis (25/9).
Menurut Said, hak suara wakil rakyat yang tidak terpilih lagi periode ke depan bisa dimanfaatkan dalam upaya menggolkan RUU Pilkada. Mengingat, perdebatan sengit dalam RUU tersebut adalah mekanisme pemilihan kepala daerah secara langsung atau tidak langsung.
"Mereka bisa saja melakukan pembelotan atau pembangkangan terhadap sikap partainya. Jika sikap itu sejalan bukan murni untuk kepentingan rakyat, tetapi karena faktor tertentu," jelasnya.
Karena itu, Said berharap, para wakil rakyat dapat konsisten atas sikapnya dalam keputusan RUU Pilkada. Meskipun, tidak terpilih lagi untuk duduk di parlemen lima tahun ke depan.(wid/RMOL)