Regulasi Transportasi Mestinya Imbangi Kemajuan Teknologi Informasi
jpnn.com - JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Farouk Muhammad menyatakan, ada dua hal pokok yang memicu konflik antara sopir angkutan umum konvensional dengan pengemudi jasa layanan transportasi berbasis aplikasi. Yakni belum adanya regulasi tentang bisnis transportasi berbasis aplikasi dan minimnya komunikasi pihak-pihak terkait.
"Selama ini regulasi transportasi berbasis aplikasi memang belum ada sehingga pengawasan pemerintah atas operasionalnya tidak dapat dilakukan. Karena itu perlu pembaruan regulasi yang lebih dibutuhkan," kata Farouk, Jumat (25/3).
Mantan petinggi Polri itu menuturkan, UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) sebagai regulasi angkutan publik sama sekali belum menyentuh transportasi berbasis aplikasi. Ia menambahkan, kondisi itu memunculkan solusi pragmatis, karena setiap kebutuhan sektoral diselesaikan berdasarkan kebutuhan masing-masing.
"Menyikapi kisruh pengemudi transportasi umum dilihat dengan cara yang berbeda sesuai kepentingannya masing-masing. Satu-satunya jalan, semua pihak terkait harus duduk bersama dan berkomunikasi dengan cara melepaskan ego sektoral," ujarnya.
Senator asal Nusa Tenggara Barat itu juga mengatakan, perkembangan teknologi informasi yang cepat mestinya mendorong perusahaan penyedia transportasi publik konvensional untuk berbenah diri dengan mengutamakan keselamatan dan efisiensi. Menurutnya, layanan aplikasi memang mampu memangkas rantai operasional sehingg menghemat biaya.
”Begitu juga efisiensi waktu karena aplikasi bekerja lebih cepat, akurat dan terukur. Sayangnya kecenderungan tersebut tidak diimbangi dengan regulasi sehingga ribut jadinya," pungkasnya.(fas/jpnn)