Rhenald Kasali Terjemahkan Digital Disruption di Rakornas II Pariwisata
Sekarang, trendnya orang lebih suka menggunakan kemajuan teknologi untuk mengembangkan usahanya. Impactnya langsung ke arah efisien dan menekan biaya operasional yang sangat besar. Yang konvensional, masih menggunakan pola lama, bisa dipastikan bakal tergusur.
Bisnisnya lambat laun akan mati. “Taxi konvensional misalnya. Operasionalnya begitu besar. Harus punya pool sendiri, punya sopir sendiri, gaji satpam banyak, beli tanah banyak. Bandingkan dengan yang saat ini, mereka tidak butuh itu semua. Mereka nggak repot. Yang diperlukan hanya gadget. Sekarang ini murah sekali cost-nya,” papar Rhenald.
Metodenya sudah berbeda. Sudah bergeser menjadi disruption. Kenapa disruption? Setidaknya ada beberapa hal yang menjadi pemicunya. Pertama, sebut Rhenald, munculnya IT: Direct Big Interactive. “Dan ini big, serba pesat,” katanya.
Pemicu kedua, munculnya generasi baru, atau disebutnya sebagai Gen C. Ketiga, demografi yang sudah berubah. Keempat, urbanisasi, megacities, cyber palaces.
“Saat ini tidak ada lagi anak-anak muda di kampung-kampung. Mereka semua sudah ke kota. Dan mereka pastinya akan berubah sesuai kemajuan di kota,” terang Rhenald.
Selanjutnya, pemicu kelima, adalah demokratisasi of everything. “Nah, apa akibat dari ini semua, maka peradaban manusia pun akan berubah. Kemudian cara berkomunikasi dan berbelanja pun berubah, mata uang juga
berubah. Dipastikan terjadi pergeseran.”
Pertarungan bisnis di era kinipun berubah drastis. Kata dia, pada abad 19 pertarungan yang terjadi adalah pertarungan antar bangsa. Pada abad 20 berubah menjadi pertarungan antar produk (jasa), korporasi/brand. Sementara pada era abad 21 ini, yang terjadi adalah pertarungan antar business model.
“Sevel adalah salah satu bentuk business model. Dia tidak sama dengan Indomaret atau Alfamart. AirBnB adalah business model. Produk-produk destinasi dikolaborasikan dengan hotel dan tiket pesawat. Jadi kompetisi zaman sekarang adalalah business model,” paparnya.