Sebaiknya Kedepankan Tentara Dekati Massa Jika Aksi Tak Mereda
jpnn.com, JAKARTA - Pengamat kepemiluan Said Salahudin mengatakan, ada kesan para demonstran yang berunjuk rasa di depan gedung Bawaslu, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat pada 21-22 Mei kurang percaya pada aparat kepolisian yang bertugas mengamankan aksi. Buktinya, massa tidak sekadar meneriakan yel-yel bernada sindiran, namun juga terlihat agresif menyerang aparat kepolisian.
"Saya kira situasi itu memberi indikasi tingginya resistensi dari massa aksi kepada anggota polisi. Sementara pada sisi yang lain, kehadiran prajurit TNI di tengah massa justru disambut positif," ujar Said di Jakarta, Kamis (23/5).
Melihat fakta di lapangan dan berbagai pemberitaan, kata Said, para personel TNI terkesan lebih diterima para demonstran. Massa aksi pun mematuhi imbauan tentara. Baca juga: Kaki Tangan ISIS Susupi Rusuh 22 Mei
"Saya kira ini perlu menjadi perhatian dari pemerintah. Strategi pengamanan aksi tampaknya perlu segera dievaluasi. Jika pemerintah tidak segera mencari solusinya, dikhawatirkan gelombang aksi massa akan lebih masif dan berkelanjutan. Kondisi yang lebih buruk dapat saja terjadi," ucapnya.
Direktur Sinergi Masyarakat Untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) itu menyarankan peada pemerintah agar mempertimbangkan penempatan aparat TNI sebagai garda terdepan pengamanan aksi jika unjuk rasa tak kunjng mereda. Namun, katanya, hal itu hanya bersifat sementara.
Baca juga: Polisi Jerat 300 Tersangka Kerusuhan, Ada Preman Bayaran Tanah Abang
“Perlu dicatat, gagasan ini tidak dimaksudkan untuk mengembalikan fungsi tentara di bidang keamanan. Itu tetap menjadi tugas kepolisian. Penempatan prajurit TNI dimaksud hanya bersifat sementara dan terbatas untuk mengamankan aksi massa," katanya.(gir/jpnn)