Sebut Prabowo Hanya Bisa Sodorkan Angka Bombastis
Kubu Jokowi Tantang Debat dengan Data Validjpnn.com - JAKARTA - Kubu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) Joko Widodo-Jusuf Kalla terus melontarkan kritikan terhadap pernyataan Prabowo Subianto tentang angka kebocoran negara yang melebihi angka Rp 1000 triliun. Juru bicara tim pemenangan capres yang dikenal dengan sebutan Jokowi-JK itu bahkan menyebut Prabowo hanya bisa memainkan retorika dan jargon melalui angka-angka yang bombastis.
“Debat calon presiden yang kedua masih menyisakan berbagai kontroversi terkait dengan angka-angka bombastis yang dipakai Prabowo. Bahkan Pak Prabowo menggelembungkan angka kebocoran,” kata Hasto di Jakarta, Selasa (17/6).
Hasto yang juga Wakil Sekjen PDIP itu lantas mengurai hal-hal bombastis yang disodorkan Prabowo. Misalnya pernyataan Prabowo yang mengaku merujuk pada temuan KPK bahwa angka kebocoran keuangan negara termasuk dari pertambangan yang mendapai Rp 7.200 triliun. “Ternyata KPK membantah penggelembungan angka kebocoran itu,” lanjut Hasto.
Selain itu, kesan bombastis lainnya adalah tentang janji untuk mengalokasikan dana Rp1 miliar per desa per tahun jika kelak Prabowo jadi presiden. Padahal, kata Hasto, justru dari perhitungan alokasi dana desa ternyata setiap desa bisa mendapatkan dana Rp 1,2 miliar hingga Rp 1,4 miliar per desa per tahun dari APBN.
“Jadi dari mana angka-angka yang disodorkan Pak Prabowo itu? Angka Rp 7200 triliun sudah dibantah KPK, sementara anggaran dana desa justru dikecilkan. Kami minta sebaiknya Pak Prabowo menggunakan angka-angka yang valid dalam debatnya,” ucap Hasto.
Lebih lanjut mantan anggota DPR RI itu mengkritisi konsep yang digulirkan Prabowo tentang upaya menutup kebocoran keuangan negara untuk menutupi biaya kesejahteraan rakyat. Padahal, kata Hasto, persoalannya tidak semudah itu karena ada mekanisme pembahasan anggaran.
Karenanya, kata Hasto, upaya menutup kebocoran tidak akan otomatis menghadirkan dana tunai untuk langsung dibagikan ke rakyat. “Janji membagi dana itu sama saja dengan janji memberikan jabatan menteri di atas menteri,” tuturnya.
Hal berbeda justru ditunjukkan kubu Jokowi. Menurut Hasto, capres yang dijagokannya itu memilih mengedepankan pemberdayaan rakyat. Misalnya dengan kartu Indonesia Sehat dan Indonesia Pintar untuk mengurangi beban rakyat miskin.
Hasto pun menepis pihak-pihak yang mengnggap cara berpikir Jokowi masih level kepala daerah karena masih jualan kartu Indonesia Sehat dan Indonesia Pintar, seperti halnya menerapkan Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jakarta Pintar di DKI Jakarta. “Pengalaman Jokowi sebagai wali kota di Solo atau Gubernur di DKI adalah jalan perubahan pemimpin yang berpengalaman. Ahmadinejad (mantan presiden Iran, red) dulunya Wali Kota Teheran, demikian juga dengan Bill Clinton (mantan Presiden AS, red) pernah menjadi Gubernur Arkansas,” pungkas Hasto.(ara/jpnn)