Selain Narkoba dan Teroris, Koruptor pun Perlu Dihukum Mati
Penolak Dicurigai Punya Agenda Tersembunyijpnn.com - JAKARTA - Direktur Pusat Kajian Informasi Strategis (Pakis) Indonesia, Rahmad Hidayat menilai keputusan presiden menolak grasi terpidana hukuman mati bagi para bandar narkoba dan teroris sudah tepat dan tidak bertentangan dengan undang-undang. Karenanya, penolakan hukuman mati tidak perlu lagi diperdebatkan karena argumentasi tidak ada yang baru.
"Sudah tepat Presiden Jokowi menolak grasi bandar narkoba dan teroris karena tidak bertentangan dengan undang-undang dan untuk menyelamat generasi bangsa ini ke depan," kata Rahmad Hidayat, di Jakarta, Kamis (25/12).
Menurut Rahmad, argumentasi yang dikemukakan pihak penolak hukuman mati tidak ada yang baru. Sementara akibat dari penyalahgunaan narkoba dan teroris semakin mengkhawatirkan kesinambungan bangsa ini.
"Argumentasinya tidak ada yang baru, saya justru mencurigai ada hidden agenda sehingga mereka tampak ngotot menolak hukuman mati," ungkapnya.
Rahmad justru mewacanakan perluasan putusan hukuman mati bagi narapidana lainnya selain bandar narkoba dan teroris. "Demi tegaknya hukum saya mendukung hukuman mati juga dijatuhkan kepada pemerkosa, pelaku sodomi, perampokan disertai pembunuhan serta bagi aparat penegak hukum yang terlibat korupsi," sarannya.
Perluasan hukuman mati itu ujar Rahmad sangat penting agar kesinambungan generasi bangsa tetap terjaga dalam koridor keberadaban sebuah budaya manusia.
Rahmad juga menyarankan para pihak yang berteriak-teriak anti hukuman mati perlu memeriksakan diri secara teliti. "Sebagai siapa sebenarnya mereka dan kenapa juga mereka itu menutup mata atas korban dari narkoba, teroris, koruptor dan pemerkosaan," pungkas Rahmad Hidayat. (fas/jpnn)