Seleksi Anggota BPK, Sarankan DPR Minta Fatwa MA
JAKARTA – Ketua Divisi Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Uchok Sky Khadafi menduga terjadi pelanggaran administrasi terhadap salah satu calon Anggota Badan Pemeriksa Keuangan terpilih, Edyy Mulyadi. Sebab, kata Uchok, Eddy diduga masih menjabat sebagai Deputi Investigasi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan.
Dijelaskan Uchok, dalam pasal 13 huruf j Undang-undang nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan disebutkan bahwa untuk dapat dipilih sebagai Anggota BPK, calon paling singkat telah du) tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara.
Karenanya, Uchok meminta hasil uji kelayakan dan kepatutan di Komisi XI DPR yang telah menghasilkan lima Anggota BPK terpilih ditolak oleh Badan Musyawarah DPR sebelum dibawa ke rapat paripurna DPR.
Lebih dari itu, Uchok menyarankan agar DPR meminta fatwa kepada Mahkamah Agung, apakah Eddy melanggar pasal 13 atau tidak. Dia mengaku di website BPKP data pribadi Eddy sudah tidak ada lagi. Dia menduga, penghapusan itu dilakukan ingin menghilangkan jejak Eddy.
“Lebih baik minta fatwa ke MA, daripada menjadi masalah buat BPK. Kalau ini disahkan maka DPR melanggar Undang-undang,” kata Uchok saat diskusi bertajuk “Mengembalikan Marwah BPK RI sebagai Lembaga Tinggi Pemeriksa Keuangan Negara, Beranikah DPR?” di Jakarta, Minggu (21/9).
Pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing mengatakan bahwa sebelum melantik Anggota BPK, Presiden juga harus terlebih dahulu melakukan pengecekan yang diajukan DPR tersebut. Seperti soal proses administrasi, dan prosedur serta lainnya. Sebab, kata Emrus, tidak serta merta apa yang diajukan oleh DPR ke Presiden itu langsung disetujui begitu saja.
“Ini juga menjadi tanggungjawab moral bagi presiden. Maka dari itu presiden harus melakukan penelusuran apakah memang ada kesalahan prosedur. Kalau ada, maka harus surati DPR,” kata Emrus dalam kesempatan yang sama.
Lebih jauh Emrus menyarankan tiga hal terkait persoalan ini. Pertama, kata Emrus, Mulyadi sendiri harus melakukan penelitian apakah dirinya melanggar administrasi atau UU. Menurutnya, tidak sulit melakukan pengecekan itu. “Kalau ternyata ada, maka Mulyadi harus menyatakan mundur, meminta maaf kepada DPR dan rakyat Indonesia,” ujar Emrus.
Kedua, ia menambahkan, DPR juga harus melakukan penelitian, terutama Ketua dan Wakil Ketua DPR apakah ada penyimpangan terkait persoalan ini. “Kalau ada, nyatakan tidak memenuhi syarat. Kalau tidak, lanjutkan,” paparnya.
Ketiga, lanjut Emrus, kalau memang diperlukan pengecekan dilakukan secara independen atau komprehensif bisa saja secara gabungan. (boy/jpnn)