Siap-siap Pak Yasonna, Djan Faridz Cs Mau Gugat Lagi Nih
jpnn.com - JAKARTA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Djan Faridz, Achmad Dimyati Natakusumah menilai Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengembalikan DPP PPP kepada hasil Muktamar PPP di Bandung melanggar Surat Keputusan Mahkamah Agung (MA) yang bersifat final dan mengikat serta bertentangan dengan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) PPP.
"Sangat jelas bahwa Putusan Menkumham tentang konflik PPP yang mengembalikan PPP kepada Muktamar Bandung melanggar hukum dan bertentangan dengan AD/ART PPP. Pertanyaan saya, Menkumham memakai AD/ART yang mana hingga PPP dikembalikan ke hasil Muktamar Bandung?," kata Dimyati Natakusumah dalam Dialektika Demokrasi "PPP Pasca SK Menkumham", di Gedung Nusantara III, kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (18/2).
Menurut Dimyati, putusan MA lebih tinggi dari SK Menkumham dan MA merupakan benteng terakhir bagi rakyat dan partai politik untuk mencari keadilan hukum. "Jadi, dengan putusan MA itu tinggal kemauan politik Menkumham saja untuk mengesahkan Muktamar PPP Jakarta. Karena tak ada kemauan Menkumham, tentu kami tetap akan menggugat putusan Menkumham itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan pengadilan negeri," ujar anggota MKD DPR RI itu.
Apalagi, proses peradilan selama ini sudah dilakukan oleh DPP PPP bersama Majelis Pertimbangan Partai (MPP). "Kalau Menkumham beralasan karena syarat administrasi tidak dilengkapi, justru pihaknya sudah melengkapi. Bahkan berkirim surat sampai tiga kali, tapi tidak dibalas. Pak Yasonna itu ingkar terhadap putusan MA dan ini baru pertama kali terjadi di Indonesia," tegas Dimyati.
Karena itu lanjut Dimyati, SK Menkumham mengembalikan PPP ke Muktamar Bandung itu ilegal. Meski mencantumkan Putusan MA Nomor 601 bahwa pihaknya tidak melengkapi administrasi, itu tidak benar. "Harusnya kalau tidak lengkap, surat kami dibalas. Tinggal, mau tidak Pak Yasonna mengesahkan Muktamar Jakarta? Terbukti tidak mau, maka kita gugat sebagai bentuk perlawanan terhadap kezaliman dan ketidak-adilan," ujarnya.
Kalau tidak, Dimyati khawatir ke depan akan menjadi preseden buruk, dimana setiap partai yang berkusa akan cenderung menggunakan kekuasaannya untuk memecah-belah partai yang dianggap bersebarangan. "Sekarang Golkar dan PPP, menyusul PKS, nanti bisa partai lain. Ini kan tak boleh dibiarkan," pungkasnya.(fas/jpnn)