Sssttt, Jusuf Kalla Akui Daya Beli Masyarakat Melemah
Dampaknya, daya beli masyarakat menjadi lebih baik. Dia juga mengungkapkan bahwa besaran inflasi inti atau core inflation pada bulan Juni dan Juli yang sebesar 0,26 persen, lebih tinggi dibanding bulan Maret, April dan Mei.
Namun, diakuinya, perbaikan daya beli pada momen Ramadhan dan Lebaran tidak sebaik yang diharapkan.
"Ini bagus membuat daya beli terjaga. Hal itu (daya beli) nanti akan tercermin di konsumsi rumah tangga pada rilis PDB pekan depan. Kalau inflasi terkendali, daya beli masyarakat terjaga. Tapi kemungkinan besar konsumsi RT di PDB masih akan menguat adanya lebaran dan Ramadan, walaupun tidak akan setinggi yang diekspektasikan sebelumnya,"jelasnya di Gedung BPS, kemarin.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti juga menyatakan bahwa pelemahan daya beli memang turun tajam di sektor ritel.
Namun, hal tersebut bukan berarti mengindikasikan lemahnya daya beli masyarakat. Melainkan terjadi proses shifting dari masyarakat yang semula gemar belanja di pusat perbelanjaan, menjadi bergeser belanja online (e-commerce).
"Mungkin orang melihat kok pasar sepi ya. Seperti di Jakarta, penjualan di mal memang agak turun karena ada online. Jadi orang membeli online. Ada shifting orang belanja. Bisa jadi sekarang kan pembangunan infrastruktur, jadi macet di mana-mana. Orang akhirnya cenderung males ke luar jadi pada beli online. Jadi bukan daya beli (melemah) tapi daya beli masih normal," urainya di Gedung BPS, kemarin.
Chief Economist Skha Institute Eric Alexander Sugandi menuturkan, tidak dipungkiri jika indikasi pelemahan daya beli masyarakat cukup kuat. Hal tersebut tercermin dari angka Indeks Kepercayaan Konsumen yang terus menurun.
Dia menguraikan, setidaknya ada beberapa faktor yang membuat daya beli masyarakat melemah. Diantaranya kenaikan beberapa item administered prices seperti Tarif Dasar Listrik (TDL).