Stok Melimpah, Impor Gula Stop
jpnn.com - JAKARTA - Kementerian Perdagangan memutuskan menghentikan impor gula kristal putih (GKP) meski volume yang masuk baru 6-7 persen dari kuota yang diberikan yaitu 328.000 ton. Menteri Perdagangan Muhamad Lutfi berdalih stok Bulog serta gula yang beredar di pasaran sudah sangat mencukupi kebutuhan hingga akhir tahun.
Perintah untuk Bulog mengimpor (328.000 ton) itu sesuai dengan keputusan rapat koordinasi di tingkat Menko (Menteri Koordinator Bidang Perekonomian) pada Januari 2014 lalu, itu sebelum saya jadi Menteri. Jadi kemarin itu saya hanya meneruskan keputusan tersebut," ujar Mendag saat ditanya mengenai besarnya kuota impor gula tahun ini kemarin (11/7).
Hingga saat ini Bulog yang diserahi tugas baru bisa merealisasikan impor sebanyak 22.000 ton, atau sekitar 6-7 persen dari kuota. Namun Mendag menilai jumlah itu sudah mencukupi untuk dipakai sebagai stok penyangga (buffer stock) Bulog."Kementerian Perdagangan memutuskan untuk menyetop proses (impor) itu, jadi tidak ada lagi impor Bulog kecuali yang 22.000 ton itu," tandasnya.
Lutfi berharap petani tebu tidak perlu khawatir terhadap serbuan gula impor karena pemerintah sudah menyetop impor gula yang diserahkan kepada Bulog. Pihaknya berharap dengan stok yang dimiliki Bulog saat ini bisa menjamin kestabilan harga gula di pasaran."Saya lihat banyak gula di pasaran, jadi menurut kajian Kementerian Perdagangan, kita tidak perlu lagi impor sampai akhir tahun," tegasnya.
Wakil Sekjen Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Nur Khabsyin mengakui kondisi pasar saat ini sudah jenuh. Para pedagang tidak mau lagi membeli gula petani karena mereka masih banyak stok. "Stok gula ini dari produksi gula tahun 2013 yang belum habis, ditambah gula ex idle capacity pabrik gula, ditambah impor Bulog yang sudah masuk, ditambah rembesan gula rafinasi," tukasnya.
Akibat kondisi itu, harga lelang gula petani saat ini dibawah biaya pokok produksi ( BPP) yang diputuskan Pemerintah sebesar Rp. 8.791 perkilogram. Lelang perdana gula petani di Jatim pada tanggal 19 juni 2014 hanya laku 8.515 perkilo dan lelang pada 3 Juli hanya ditawar 8.250 perkilo sehingga tidak dilepas."Kita sekarang dalam kondisi sulit dan prihatin," ungkapnya.
Dia menilai impor gula sudah seharusnya disetop karena saat ini petani tebu tengah memasuki musim giling 2014. Jika tidak harga gula akan terus turun sehingga makin merugikan petani."Tahun lalu (2013) harga lelang gula masih Rp 9.500-10.000 perkilo, kalau sekarang Rp 8.500 perkilo berarti ada penurunan Rp 1.500 perkilo. Kalau dikalikan stok gula petani yang satu juta ton maka kerugian kita Rp 1,5 triliun," sebutnya.
Nur merinci penyebab terpuruknya nasib petani tebu tahun 2014 lebih banyak terjadi karena over supply gula impor, rendahnya HPP yang sangat berpengaruh terhadap turunnya harga gula. Disisi lain produksi tebu per hektar terjadi penurunan sekitar 25 persen."Belum lagi teekait rendemen tebu yang sangat rendah. Untuk di Jawa saat ini rata-rata rendemen berkisar 6-6,7 persen," jelasnya. (wir)