Suara Stagnan, Parpol Islam Susah Usung Capres
jpnn.com - JAKARTA – Perolehan suara sejumlah partai politik (parpol) Islam pada Pemilu 2014 diprediksi akan stagnan. Analisanya, parpol Islam yang belum pernah memenangkan pemilu itu memiliki infrastruktur politik yang masih minim. Kondisi ini diprediksi akan kembali terjadi pada pemilu tahun depan.
"Lemahnya dukungan terhadap parpol Islam terjadi karena infrastruktur partai minim dan lemahnya kaderisasi. Jadi sangat wajar jika muncul prediksi bahwa suara parpol Islam tidak akan berbeda jauh dari pemilu sebelumnya," kata pengamat politik Point Indonesia Karel Harto Susetyo saat dihubungi, Selasa (5/11).
Menurut Karel, parpol Islam yang ada saat ini dikategorikan sebagai parpol baru, seperti PAN, PKS, PKB, PBB dan PPP. Kelimanya dianggap baru karena di era Orde Baru hanya ada satu parpol Islam, yakni PPP. Itu pun di era multipartai, suara parpol ini pecah terbagi ke parpol-parpol lainnya.
"Konsekuensi parpol yang relatif baru ya infrastrukturnya belum kuat. Masih jauh jika dibandingkan dengan infrastruktur Golkar dan PDIP yang sudah sangat kuat. Meskipun parpol baru, kalau tidak bisa mengelola infrastrukturnya dengan baik, suaranya bisa terjun bebas. Sebagai contoh Partai Demokrat saja suaranya terus menurun, padahal pemenang pemilu," ujarnya.
Sistem kaderisasi di parpol Islam juga tidak berjalan lancar, karena faktor pendanaan. Contohnya, PPP sebagai partai yang cukup tua harusnya sudah bisa memiliki sistem kaderisasi yang paten. Namun, PPP sepertinya tidak begitu siap untuk melakukan kaderisasi.
"Sedangkan PKS tidak bisa mengatasi masalah kadernya yang terkena korupsi padahal pada awalnya mengaku partai yang Islamis yang bersih dan anti korupsi. Kasus korupsi sendiri membuat kepercayaan masyarakat menjadi hilang. Kader-kader partai juga jarang memperlihatkan prestasi yang baik," paparnya.
Parpol Islam juga terlalu mengandalkan kekuatan figur, tapi juga tidak mengedepankan kekuatan kader di tingkat bawah. Hal ini terjadi karena di Indonesia partai berdiri berdasarkan charisma tokoh. "Contohnya Amien Rais membuat PAN, Gus Dur pun sama, melahirkan PKB, dan Yusril mendirikan PBB. Jadi wajar saja kalau suara parpol Islam tidak akan pernah menyatu," tandasnya.
Karena itu, Karel menyarankan parpol Islam mau berkoalisi dan bersinergi agar terbentuk citra mengedepankan persatuan umat. "Saya pikir itu solusi agar bisa diperhitungkan. Catatannya, masing-masing elite parpol harus mengesampingkan ego politisnya lebih dulu," tuturnya.
Selain itu, mereka juga harus mampu membuat platform ideologi Islam yang bisa merubah keadaan menjadi lebih baik. "Di era modern, kebijakan-kebijakan berbau syariah seperti hukum potong tangan jika mencuri, jelas tidak menjual. Malah akan semakin dijauhi. Justru masyarakat menginginkan kebijakan yang riil, yang bisa membuat kehidupan ekonomi lebih maju, hukum lebih adil, dan masyarakat lebih aman dan sejahtera," terangnya.
Kebijakan-kebijakan semacam itu, sebetulnya bisa dikemas oleh parpol Islam. Tapi sayangnya partai nasionalis sudah menjual lebih dulu dan lebih riil karena kekuatan materi mereka. "Makanya parpol nasionalis lebih diminati. Apalagi masyarakat juga sudah lebih cerdas, mereka tidak bisa didoktrin agama begitu saja," jelasnya.
Pada Pilpres 2014, nasib parpol Islam paling mungkin hanya menjadi anggota koalisi bersama partai yang lebih kuat. Mereka tidak mungkin mengusung capresnya sendiri karena tidak memiliki bargaining power. "Penentunya tetap partai nasionalis, sementara parpol Islam akan kembali menjadi pelengkap. Jadi jangan berharap elite parpol Islam menjadi capres. Cawapres saja sudah untung," terang Karel. (dms)