Suku Bunga Riil Tarik Minat Asing
jpnn.com - JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menganggap pengetatan kebijakan moneter merupakan kebijakan ampuh untuk mengalau dampak gejolak ekonomi global. Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W Martowardojo mengatakan, minat investor global untuk masuk dan membeli aset keuangan di Indonesia sudah mulai tampak seiring kebijakan bank sentral mengerek suku bunga acuan BI Rate hingga level 7,50 persen
"Akhir tahun ini, saya melihat banyak investor siap masuk (ke Indonesia)," ujarnya akhir pekan lalu. Kebijakan bunga tinggi membuat suku bunga riil di Indonesia menjadi lebih menarik.
Tahun depan, dengan asumsi tidak ada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi seperti tahun ini, besaran inflasi diperkirakan hanya akan ada di kisaran 4,5 plus minus 1 persen. Dengan BI Rate 7,50 persen, suku bunga riil yang bisa didapat investor ada di kisaran 3 persen. "Jadi, sudah positif, makanya investor melihat ini sebagai hal baik di Indonesia," jelas Agus.
Mantan Direktur Utama Bank Mandiri dan bekas menteri keuangan itu juga mengapresiasi langkah pemerintah yang berupaya memperbaiki sektor riil. Misalnya, dengan insentif untuk menarik investasi, serta disinsentif fiskal untuk mengendalikan impor barang-barang konsumsi. "Ini penting agar ekonomi kita lebih siap menghadapi shock (guncangan)," ujarnya.
Sebelumnya, Ekonom Senior Standard Chartered, Fauzi Ichsan mengatakan, BI saat ini memang harus bisa menakar seberapa tinggi suku bunga Rupiah yang bisa menahan investor untuk tetap menanamkan modalnya di pasar keuangan Indonesia. Dia menilai, kenaikan BI Rate hingga level 7,50 persen saat ini pun masih belum cukup.
"Saya kira BI Rate bisa naik lagi 50 basis poin pada semester I 2014. Itu kalau BI ingin menjaga dana investor asing tetap di Indonesia," jelasnya.
Fauzi mengakui, dampak kenaikan BI Rate memang akan langsung terasa bagi sektor riil dengan melambatnya laju pertumbuhan ekonomi. Namun, lanjut dia, jika BI juga ingin mengurangi defisit transaksi berjalan dengan menurunkan impor, maka langkah melambatkan pertumbuhan ekonomi memang harus ditempuh.
"Sebab, sektor riilnya belum bagus, ekspor sulit naik sedangkan impor naik terus. Jadi BI terpaksa melakukan ini," ujarnya. (owi/sof)