Tabah Sampai Akhir
Proses menempelkan pintu kapsul itu ke pintu darurat kapal selam bukanlah urusan mudah. Arus laut sangat menyulitkan. Membuat kapal bisa bersandar di pelabuhan saja sulit. Apalagi menempelkan pintu ke pintu di dasar laut.
Namun, kapsul tersebut dilengkapi jenis metal tertentu. Yang ketika sudah menempel di kapal selam tidak terlepas oleh kekuatan arus.
Arus di dalam laut itu seperti hati wanita –sulit ditebak. Ada kemungkinan kapal selam Nanggala juga kewalahan ketika didorong arus deras yang datang dari selat Bali. Saya tahu: kabel listrik bawah laut di selat Bali terlalu sering putus akibat arus yang dahsyat di situ.
Mungkin posisi Nanggala akan ditemukan –suatu saat nanti. Tapi apakah kapalnya akan bisa diangkat? Sulit sekali. Mahal sekali. Rasanya tidak perlu. Tidak akan ada gunanya. Siapa yang akan bisa mengangkat kapal seberat itu dari kedalaman 800 meter.
Maksimum, yang bisa dilakukan, adalah membuka pintu darurat itu. Lalu memasukkan kamera untuk merekam seluruh keadaan di dalam kapal selam. Itu pun kalau kapal selam Nanggala masih utuh. Ada kemungkinan kapal itu pecah. Berkeping. Akibat tekanan 85 atmosfer.
Sampai hari ini sebenarnya belum diketahui kepastian ini: di mana kapal selam itu. Bahwa diduga di utara Bali adalah dugaan –berdasar perhitungan. Bahwa di kedalaman 800 meter juga baru dugaan –dari serpihan yang terdeteksi, itu pun kalau benar itu serpihan kapal selam. Bahwa 53 orang tersebut sudah meninggal dunia juga baru dugaan –berdasar ketersediaan oksigen.
Kepastiannya masih menunggu kapsul dari negara mana yang menemukannya.
Yang tahu pasti sebenarnya komandan kapal itu sendiri. Sang komandan selalu melihat indikator di kapal itu: di derajat mana posisi kapal, di kedalaman berapa, dan lagi di kecepatan berapa atau lagi berhenti. Namun, sang komandan tidak bisa mengirimkan data itu ke pusat kendali.