Tak Mau Terbuka dalam Perkara Edhy Prabowo, Tenaga Ahli DPR RI Diancam Jaksa KPK
jpnn.com, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK meminta Tenaga Ahli DPR RI Chusni Mubarok jujur saat menjadi saksi dalam persidangan perkara suap izin ekspor benih lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Hal ini disampaikan jaksa lantaran Chusni tidak terbuka mengenai latar belakang Komisaris PT Aero Citra Kargo (ACK) Achmad Bahtiar dalam kasus ini.
Jaksa menghadirkan Chusni menjadi saksi atas terdakwa Suharjito selaku pemilik PT Dua Putra Prakasa Pratama (PT DPPP) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/3).
Jaksa bertanya soal pemalsuan tanda tangan yang dibubuhkan Chusni di atas nama Achmad Bahtiar untuk PT ACK yang merupakan perusahaan jasa angkut ekspor benih lobster.
"Saya tanda tangan dokumen kesediaan menjadi komisaris. Setelah itu beberapa saat kemudian untuk tanda tangan buku rekening," kata Chusni di persidangan.
Chusni yang merupakan merupakan adik kandung Achmad Bahtiar itu mengaku disuruh sang kakak untuk meneken sejumlah dokumen.
Menurut Chusni, Achmad Bahtiar sedang berada di luar kota saat itu. Chusni menandatangani dokumen tersebut di rumah dinas DPR.
"Saya diminta beliau, dikasih spesimennya, karena posisi beliau di Malang," kata Chusni.
Jaksa menanyakan kepada Chusni apakah Bahtiar merupakan komisaris dan pemegang saham PT ACK. Chusni mengaku tak mengetahui hal tersebut.
Jaksa kemudian bertanya siapa yang membawa dokmen dan akta perushaan. Chusni mengaku yang membawa adalah sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin dan Direktur Utama PT ACK Amri.
Jaksa lalu menanyakan nama perusahaan yang dipegang Achmad Bahtiar. Chusnu mengaku tidak mengetahuinya. "Saya tidak baca," kata dia.
Jaksa tak lantas percaya dengan jawaban Chusni. Sebab, jaksa menilai Chusni merupakan tenaga ahli DPR RI. "Masak tanda tangani saja, enggak dibaca. Pasti ada nama perusahaannya?" tanya jaksa.
Jaksa lalu menanyakan siapa saja nama yang bertanda tangan di atas dokumen. Chusni lagi-lagi tidak mengingatnya.
"Saya paraf di setiap lembar di nama Achmad Bachtiar saya tanda tangani. Kalau nama lain saya tidak ingat," kata Chusni.
Jaksa lalu mengingatkan kepada Chusni bahwa sudah disumpah dan ada ancaman pidana apabila saksi memberikan keterangan tidak benar.
"Saya ingatkan saksi disumpah, ada jeratan hukumnya kalau saksi tidak memberikan keterangan dengan benar," kata jaksa.
Dalam surat dakwaan disebutkan Edhy Prabowo membeli bendera perusahaan PT Aero Citra Kargo (ACK) milik Siswadhi Pranoto Loe melalui Amiril Mukminin.
Amiril kemudian mengubah akta perusahaan dengan memasukkan nama Nursan dan Amri yang merupakan teman dekat dan representasi Edhy Prabowo dalam struktur PT ACK.
PT ACK lalu bekerja sama dengan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI). PT PLI menetapkan biaya operasional pengiriman sebesar Rp 350 per ekor benih lobster dan PT ACK menetapkan biaya sebesar Rp 1.450 per ekor benih lobster. Biaya keseluruhan untuk ekspor sebesar Rp 1.800 per ekor benih lobster.
Biaya itu diterima PT. ACK dan dibagi seolah-olah dalam bentuk deviden kepada para pemegang saham sesuai dengan prosentase kepemilikan sahamnya, yaitu Nursan 41,65 persen, Amri 40,65 persen, dan Yudi Surya Atmaja 16,7 persen, serta PT Detrans Interkargo sebanyak 1 persen.
Nursan lalu meninggal dunia sehingga namanya diganti oleh Achmad Bachtiar yang juga selaku representasi Edhy Prabowo.
Bagian Finance PT ACK bernama Nini pada periode Juli-November 2020 membagikan uang yang diterima perusahaan-perusahaan eksportir benih lobster lain kepada pemilik saham PT ACK seolah-olah sebagai deviden yaitu kepada Achmad Bachtiar senilai Rp 12,312 miliar, kepada Amri senilai Rp 12,312 miliar, dan Yudi Surya Atmaja sebesar Rp 5,047 miliar.
Uang dari biaya operasional itu lalu dikelola Amiril Mukminin atas sepengetahuan Edhy Prabowo dan dipergunakan untuk membeli sejumlah barang atas permintaan Edhy Prabowo. (tan/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini: