Tanah Papua Dalam Pusaran Kongres dan MPA PMKRI
PMKRI sebagai organisasi pembinaan dan perjuangan, kekuasaan harus di share dengan cara kompromi yang adil dan merata tidak seperti organisasi politik seperti partai politik kekuasaan harus direbut. Merebut kekuasaan dalam organisasi pembinaan dan perjuangan seperti PMKRI dapat dilakukan sejauh kita masih mempertimbangkan nilai-nilai seperti pemerataan dalam rangka membangun persaudaraan (Fraternitas).
Pengalaman sejarah di PMKRI selama ini memang sudah mulai terbangun dengan baik. Hal ini terlihat dari kader-kader PMKRI yang pernah menduduki posisi ketua PMKRI dari paling tidak tercatat ketua PMKRI sudah pernah diduduki oleh kader-kader PMKRI dari etnis Jawa sebanyak 14 orang, NTT dan Bali sebanyak 12 orang, Sumatera 3 orang, Maluku, Sulawesi dan Kalimantan masing-masing 1 orang. Sedangkan dari Tanah Papua belum ada yang pernah merasakan kursi Nomor 1 di PMKRI tersebut.
Dari catatan ini menunjukkan bahwa kader dari etnis Jawa dan NTT yang menyumbangkan kadernya lebih banyak yaitu Jawa 14 orang dan NTT 12 orang. Perlunya sebuah pemerataan distribusi kader sebagai sebuah kontribusi PMKRI dalam melahirkan tokoh-tokoh nasional.
Sebagai kader PMKRI, dalam aksinya baik sewaktu menjadi anggota PMKRI maupun setelah menjadi alumi, semangat tiga benang merah yakni Kristianitas, Intelektualitas dan Fraternitas harus menjadi kekuatan.
Yang dimaksud dengan Kristianitas adalah Keberpihakan kepada kaum tertindas dengan Yesus sebagai teladan gerakan. Yang dimaksud Intelektualitas adalah penguasaan ilmu pengetahuan harus diabdikan bagi kesejahteraan umat manusia. Sedangkan Fraternitas adalah penghargaan yang sama kepada sesama umat manusia sebagai wujud persaudaraan sejati dalam solidaritas kemanusiaan yang menembus sekat-sekat primodial.
Papua menjadi Kenangan
Fenomena munculnya kandidat dari Papua pada Kongres PMKRI baik tahun 2006 maupun 2018 menjadi menarik karena konstalasi pendukungnya selalu datang dari daerah-daerah yang posisi orang katolik bukan mayoritas atau dominan seperti cabang-cabang dari Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Maluku dan beberapa dari Sumatera. Ini menunjukkan bahwa ada suara-suara orang Katolik yang harus didengar dari daerah-daerah tersebut.
Banyak terjadi pelanggaran HAM di Papua, Penguasaan Lahan masyarakat adat, perusakan/pembakaran gereja dan lain sebagainya terjadi di daerah-daerah tersebut. Justru keberpihakan pada kaum tertindas itu bisa nampak dan lebih banyak terjadi di daerah tersebut di atas.