Tanaman Tepi Jalan yang Tokcer Lawan Kanker
Secara rapi, istri Putu Arya Wibisana, jaksa di Koba, Bangka Belitung, itu menata tanaman asing tersebut di lantai kamar kos. Bahkan, dia menyewa satu lagi kamar kos untuk dijadikan gudang penyimpanan.
Awalnya, tanaman tersebut dibiarkan tergeletak hingga membusuk. Karena itu, Ni Luh pun memutuskan mencari lagi tanaman tersebut. Eh, di pasar tradisional ternyata ada. Masyarakat setempat menyebutnya sebagai bawang dayak. Tanaman asli suku Dayak yang memang dijual di pasar. ’’Tapi, jumlahnya terbatas,’’ katanya.
Para penjual di pasar menceritakan bahwa bawang itu sering dipakai sebagai obat untuk mempercepat penyembuhan luka pasca melahirkan. Bawang tersebut juga ampuh untuk melawan berbagai penyakit. Bahkan, para pemuka adat suku Dayak mengunyahnya sebagai obat antinyeri.
Prinsipnya, sebagai anak enggang nyanak jata yang berarti anak burung enggang dan keturunan naga, suku Dayak sangat menghormati dan mencintai hutan. Segala kekayaan hutan digunakan dengan bijak. Hidup di hutan belantara, mereka tak mengenal dokter. Alamlah yang jadi tabibnya. Konsep berpikir itu yang akhirnya dipakai Ni Luh.
Tanpa menunggu lama, ibu dua anak tersebut kembali ke Surabaya pada 2008. Ketika itulah tanaman dengan nama latin Eleutherine Americana Merr tersebut dimanfaatkan olehnya.
Memboyong sisa bawang yang bisa diselamatkan, Ni Luh menerima kabar bahwa ibu seorang temannya menderita kanker payudara. Tanpa ragu, diambilnya sejumput bawang dayak dan diberikannya kepada sang kawan. ’’Wis, pokoknya saya kasih aja. Yang saya tahu, itu dipakai sebagai obat sama orang Dayak,’’ ungkapnya.
Kala itu Ni Luh belum mengetahui cara mengolahnya. Bahkan, kandungan yang terdapat dalam bawang dayak pun tak sempat diujinya. Dia hanya menyarankan sang kawan untuk merajang kemudian merebus bawang itu.
Air hasil rebusan tersebut lantas diseduh layaknya teh dan dibubuhi sedikit gula putih. Sebab, rasanya memang pahit dan pedas. Itu pula yang jadi ciri khas bawang dayak. Menurut dia, rasa bawang dayak yang ditanam di luar Kalimantan tidak pahit dan pedas. ’’Khasiatnya juga menurun. Tak seperti vegetasi aslinya di Kalimantan,’’ imbuhnya meyakinkan.