Tanaman Tepi Jalan yang Tokcer Lawan Kanker
Tak butuh waktu lama, selang beberapa bulan, benjolan di payudara mengecil dan luka bekas operasi mengering. Sejak itu dia percaya bahwa tanaman Borneo tersebut punya segudang khasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Satu per satu permintaan berdatangan setelah tahu ada yang sembuh dengan menenggak rebusan bawang dayak.
Sekitar 2011, Ni Luh mengusung tanaman yang tergolong tanaman berumbi dengan bentuk daun tunggal itu untuk diuji kandungannya di Fakultas Farmasi Universitas Surabaya.
Hasilnya, tanaman yang juga dikenal dengan nama bawang sabrang itu mengandung alkaloid, flavonoid, tanin, dan senyawa lain yang efektif bekerja sebagai antikanker, antioksidan, antiinflamasi, mengurangi risiko kardiovaskular, serta menangkap radikal bebas.
’’Karena khasiat itu, saya kembali ke Pontianak untuk sosialisasi," ungkapnya. Dibantu beberapa teman dokter dan temannya, perempuan yang hobi menulis itu mendorong Pemerintah Daerah Pontianak untuk membudidayakan bawang dayak.
Caranya, memperluas lahan untuk penanaman agar bisa menyuplai pabrik obat herbal untuk diproduksi secara masal. Motivasi terbesarnya adalah ingin tanaman itu bisa bermanfaat bagi para penderita kanker, juga penyakit lainnya.
Dan untuk mendukung kampanye pengobatan dengan bawang dayak, pada 2013 dia menetaskan sebuah buku yang mengulas tentang khasiat dan cara penggunaan bawang dayak.
Setelah program budi daya bawang dayak berhasil digalakkan, kini setiap minggu Ni Luh mendapat kiriman puluhan kilogram bawang dayak ke rumahnya di daerah Bronggalan, Surabaya, yang siap dipasok untuk dijadikan obat.
Namun, bila ingin dipakai sebagai konsumsi pribadi, Ni Luh menyarankan menyimpannya lebih dulu dengan suhu kamar. ’’Yakni sekitar 20 derajat Celsius. Bisa bertahan dua minggu,’’ katanya. Bawang dayak itu bisa pula disimpan di lemari pendingin.