Terdakwa Korupsi Minta Dihukum Mati, Bawa Surat Cinta Anaknya
MEDAN-Untuk Omm Basrif Arief. Nama saya Aaqillah Bahalwan, umur 8 tahun, saya kangen daddy, saya mau daddy segera pulang, buat kerja lagi seperti biasa dan bisa main lagi dengan saya. Wassalammualaikum WR WB.
Surat pendek itu dilampirkan oleh terdakwa M Bahalwan dalam pledoinya yang disampaikan kepada Majelis Hakim di Ruang Sidang Cakra VII, Pengadilan Negeri (PN) Medan, Jumat (26/9).
"Ada surat cinta dari anak saya yang berusia 8 tahun," ujar Bahalwan menangis di depan Majelis Hakim.
Terdakwa proyek peremajaan pekerjaan Life Time Extention (LTE) Gas Turbin (GT) 2.1 dan 2.2 PLTGU Blok II Belawan ini telah berada di PN Medan sekitar pukul 12.00 WIB bersama dengan terdakwa Mantan Direktur Utama PT NTP, Supra Dekanto.
Sidang Bahalwan baru dimulai sekitar pukul 17.30 WIB, setelah mendengarkan Pledoi rekanannya tersebut.
Terdakwa yang dituntut paling tinggi dibandingkan 5 terdakwa lainnya ini menyampaikan kekecewaannya. Dengan nada lantang, Bahalwan menyampaikannya pledoinya dan akhirnya kembali menangis.
"Dengan adanya tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum menyangkut saya harus mengembalikan uang sebesar Rp2,3 triliun, entah apa yang jadi maksud tujuan tuntutan tersebut, namun biarlah saya menggantikan penderitaan keluarga, keturunan saya sampai 7 turunan, hari ini saya memohon kepada yang mulia untuk saya dihukum mati saja. Karena saya merasa tuntutan itu lebih berat dari hukuman mati," katanya sambil menangis.
Bahalwan beralasan tuntutan JPU tersebut lebih berat dari hukuman mati. Karena katanya tidak pernah berbuat termasuk merugikan negara sebesar tuntutan tersebut.
"Posisi saya di luar dari kondisi kesepakatan antara Mapna Co dan PT PLN (Persero) Kitsbu. Tolong sampaikan yah pak, sampaikan juga surat anak saya itu," ucapnya di hadapan JPU. (put/ila)