Terkait Rokok Kretek, RI Kembali Gugat AS ke WTO
jpnn.com - JAKARTA--Tahun lalu organisasi perdagangan dunia (WTO) telah memenangkan gugatan Indonesia terhadap Amerika Serikat (AS) terkait larangan peredaran produk tembakau dengan campuran atau perasa. Namun sayangnya hingga kini ekspor tembakau Indonesia masih dipersulit. Untuk itu pemerintah bakal kembali menggugat Amerika ke meja WTO.
Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional (KPI) Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo menyayangkan sikap pemerintah AS. Sesuai keputusan panel sengketa di WTO pada 2012 lalu, semestinya rokok kretek Indonesia bisa bebas masuk ke pasar AS. Namun hingga saat ini ternyata pemerintah AS masih melarang peredaran rokok dengan campuran cengkeh tersebut.
"Ada diskriminasi. Pemerintah AS membebaskan peredaran rokok menthol. Sedangkan kretek masih dilarang," ujarnya kepada Jawa Pos.
Larangan masuk rokok Indonesia ke AS terjadi pada 2010. Otoritas negeri Paman Sam tidak menghendaki adanya rokok dengan campuran cengkeh beredar di sana. Indonesia lantas menyampaikan keberatan ke WTO. Setelah melalui proses panjang, akhirnya gugatan tersebut dimenangkan Indonesia. Berdasarkan catatan Kementerian Perdagangan, sebelum ada larangan tersebut, ekspor produk tembakau ke AS mencapai USD 8,33 juta. Saat ini nilai itu semakin menurun. Padahal Amerika merupakan negara tujuan ekspor utama rokok kretek Indonesia.
Pada Rabu lalu, lanjut Iman, WTO telah memutuskan secara resmi pelanggaran yang dilakukan AS. Untuk tetap mempertahankan haknya, pihaknya bakal kembali membawa sengketa tersebut ke WTO. Dia berharap di tingkat WTO bida diperoleh penyelesaian yang adil. "Sebagai negara yang ekonominya sedang berkembang kami berusaha menyesuaikan dengan peraturan perdagangan dunia. Tapi kami juga tidak segan-segan memperjuangkan jika satu negara terbukti melanggar." ucapnya.
Terpisah, Ketua Dewan Pembina Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Muhaimin Moefti berpendapat saat ini industri rokok dalam negeri semakin terdesak. Di satu sisi, industri rokok harus berhadapan dengan regulasi pemerintah lokal. Di sisi lain, Indonesia harus dihadapkan dengan regulasi dunia seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan WTO.
"Awalnya tujuan mereka mengendalikan industri rokok karena terkait bahaya kesehatan. Namun saat ini sudah bergeser menjadi pelarangan. Mereka ingin mematikan industri itu," ucapnya. Padahal bagi Indonesia industri rokok sangat penting karena menyerap jutaan tenaga kerja. Berdasarkan catatan AMTI, saat in terdapat 2 juta petani tembakau, 12,5 juta petani cengkeh, dan 600 ribu pekerja pabrikan rokok.
Muhaimin menambahkan tiap tahun produksi rokok terus meningkat dan 90 persennya merupakan rokok kretek. Dia mengatakan, di pasar dunia, tembakau Indonesia dikenal memiliki kualitas yang unggul. Dia mengimbau kepada pemerintah agar bijak membuat keputusan terkait regulasi tembakau dan produk turunannya. "Jangan sampai kebijakan itu ditunggangi oleh kepentingan industri rokok asing," ujarnya. (uma/sof)