Terus Desak KPU Selidiki Status Kewarganegaraan Prabowo
jpnn.com - JAKARTA - Asosiasi Pengacara Pengawal Konstitusi (APPK) menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak profesional dalam proses verifikasi persyaratan administrasi para calon presiden dan calon wakil presiden. Hal yang dipersoalkan APPK adalah keengganan KPU meminta klarifikasi tentang status kewarganegaraan Prabowo Subianto selaku capres yang diusung koalisi Gerindra, Golkar, PAN, PKS dan PBB itu.
Inisiator APPK, David Sitorus kepada wartawan di Jakarta, Selasa (27/5) mengatakan, status kewarganegaraan seorang calon presiden merupakan persoalan konstitusi. "KPU betul-betul pemalas dan sangat tidak profesional. Menyikapi persoalan konstitusional yang begitu krusial untuk menetapkan salah satu pasang calon pemimpin yang akan bertanding, kok responnya hanya formalistis saja," katanya.
Ditegaskannya, APPK beberapa hari lalu mengirimkan surat terbuka ke KPU yang berisi pentingnya klarifikasi administratif dan faktual terhadap kabar bahwa Prabowo menyandang status sebagai warga negara Yordania. Selain itu, APPK juga menyinggung tentang perlunya KPU meminta klarifikasi tentang alasan TNI memecat Prabowo.
APPK menganggap belum cukup ketika KPU hanya merujuk pada keterangan Kementerian Hukum dan HAM bahwa Prabowo masih menyandang status WNI. Sebab merujuk pada pemberitaan Associated Press pada 22 Desember 1998, Prabowo dikabarkan mendapat status sebagai warga negara di Yordania. Dalam pemberitaan AP berjudul Suharto Relative Turns Up in Jordan dikabarkan bahwa Prabowo tinggal di Yordania setelah menunuaikan ibadah haji.
Kala itu, seperti diberitakan AP, adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo menyebut mantan Danjen Kopassus itu berada di Amman, ibu kota Yordania setelah menunaikan ibadah haji guna menjalani pengobatan. AP juga mengutip pejabat dari kantor Perdana Menteri Yordania yang menyebut surat kewarganegaraan untuk Prabowo telah dikeluarkan oleh Raja Yordania pada 10 Desember.
Karenanya David mendesak KPU bergerak lebih jauh. "Mereka sebenarnya dapat meminta klarifikasi ke instansi-instansi yang berwenang. Investigasi dong. Minta KBRI (Kedutaan Besar RI) di Yordania sana untuk memeriksa catatan keimigrasiannya,” cetusnya.
Selain itu, katanya, KPU juga bisa minta klarifikasi Komnas HAM tentang kasus penghilangan paksa aktivis pro-demokrasi dan kerusuhan 1998. Salah satunya termasuk meminta klarifikasi TNI karena pada 1998 pernah membentuk dewan kehormatan perwira (DKP) yang merekomendasikan pemecatan terhadap Prabowo.
"Banyak sekali kan informasi yang beredar dari berbagai versi tentang alasan pemecatan Prabowo itu. Harusnya KPU klarifikasi ke instansi-instansi itu agar persoalan tentang Prabowo ini clean and clear," pungkasnya.(jpnn)