Tiga BUMN Ajukan Utang Luar Negeri
Kemenkeu Ingatkan Mismatch Currencyjpnn.com - JAKARTA - Sejumlah perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengajukan pinjaman komersial luar negeri (PKLN) kepada pemerintah.
Perusahaan pelat merah tersebut antara lain PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II, PT Supreme Energy Rantau Dedap (SERD), dan PT Bimasena Power Indonesia (BPI). Ketiganya merupakan korporasi yang bergerak di sektor infrastruktur.
Menko Perekonomian Chairul Tanjung (CT) mengatakan, PKLN yang diajukan oleh BUMN tersebut adalah pinjaman dengan tenor panjang hingga 15 tahun. Namun, CT enggan merinci nilai PKLN yang diajukan.
"Melihat dari jangka waktu yang panjang, dan mempertimbangan concern Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia, serta tekanan yang mungkin timbul dari neraca berjalan, hingga kebutuhan yang mendadak, kami dukung pinjamannya," ungkap CT di Kantor Kemenko, kemarin (4/9).
Meski demikian, CT menerangkan, ada persyaratan yang harus dipenuhi tiga BUMN tersebut. Khususnya terkait kemampuan bayar perusahaan saat utang jatuh tempo.
"Persyaratan ini demi melindungi kepentingan perusahaan ini sendiri. Jangan sampai saat perlu bayar utang, ada permasalah. Karena BUMN nanti masuk ke Kementerian BUMN, dan ujungnya ke Kementerian Keuangan. Sehingga ada beberapa hal yang harus dipenuhi," jelas CT.
Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri mengungkapkan, persyaratan kepada tiga BUMN itu, antara lain, kehati-hatian agar tidak ada mismatch currency.
"Mesti dijagain. Karena kalau pinjam dollar, tapi revenue (pendapatan) dalam rupiah, kalau suatu waktu ada turbulence di global, utang jadi lebih mahal. Mismatch currency tersebut (mengakibatkan) ada tekanan di pemerintahan," terangnya.
Sebagaiman diwartakan, pihak swasta bakal makin sulit untuk mencari pembiayaan dari luar negeri. Hal ini lantaran Bank Indonesia (BI) bakal memperketat aturan utang luar negeri (ULN).
Regulasi baru yang akan dirilis dalam waktu dekat tersebut bertujuan untuk mengantisipasi gejolak perekonomian yang memicu volatilitas rupiah.
Gubernur BI Agus Mertowardojo mengatakan saat ini satuan kerja terkait pembentukan regulasi pengetatan utang luar negeri sudah sampai tahap finalisasi. Ia pun berharap regulasi tersebut segera mungkin dikeluarkan. "Semester kedua ini sudah bisa terbit," ujarnya. (gal/agm)