Tito: Doktrin TNI Kill or To Be Killed
jpnn.com - JAKARTA - Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, tidak ada dalam protap TNI untuk memberikan peringatan dalam penindakan pelaku kejahatan. Menurut Tito, TNI selalu bertindak dengan dua hal, yaitu membunuh atau tidak membunuh.
"Kalau doktrin dari teman-teman TNI umumnya yang saya pahami kill or to be killed," kata Tito di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (22/7).
Sementara itu, dalam penindakan kepada pelaku kejahatan, aparat penegak hukum harus seirama dengan hak asasi manusia (HAM). Karenanya dalam hal ini, kata Tito, Polri memiliki aturan yang jelas dan terperinci bagaimana menghadapi pelaku kejahatan, termasuk teroris.
"Ada tata caranya. Jadi kami (Polri) melakukan tindakan, itu pasti setelah ditindak, kami lakukan olah TKP. Olah TKP itu perlu dilakukan teknis yang sangat detil, di mana melibatkan tim dari forensik, mempelajari posisi senjata, posisi peluru, peluru yang mematikan itu selongsongnya ada di mana, teknis penyitaannya seperti apa, kemudian harus diajukan penetapan ke pengadilan," jelas Tito.
Tito melanjutkan, tidak ada aturan TNI melakukan penggeledahan meski sudah mendapatkan izin dari pengadilan. Begitu pun dengan penyitaan barang bukti. Menurut Tito, proses dalam penindakan tidak melulu soal menangkap dan melumpuhkan.
"Semua ada tata cara hukumnya, agar perlindungan HAM betul-betul dapat diperhatikan dan dijamin. Jadi kami (Polri) harus berhati-hati dengan pemahaman kata-kata penindakan seperti apa,” ujarnya.
“Jangan sampai penindakan disederhanakan ke penangkapan yang setelahnya itu diserahkan kepada penegakan hukum. Bisa saja itu nanti kalau salah cara menindak, cara menyita di lapangan, itu berakibat teknis penyitaan yang salah, akan menghilangkan chain of evidence (rantai barang bukti, red)," tandas Tito. (Mg4/jpnn)