Tok Tok Tok, Mantan Napi Bisa Ikut Pilkada Asalkan...
jpnn.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan Gubernur Gorontalo Rusli Habibie yang mengajukan uji materi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 Pilkada. Putusan MK itu menghapus ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf g.
MK dalam putusannya menyatakan norma Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat. Yakni ketentuan tentang tidak pernah sebagai terpidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman penjara minimal 5 (lima) tahun, atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
“Mengabulkan permohonan untuk sebagian,” kata Ketua MK Arief Hidayat saat membacakan putusan di gedung MK, Jakarta Rabu (19/7).
Selain pasal tersebut, Rusli juga menggugat Pasal 163 ayat (7) dan (8), serta Pasal 164 ayat (7) dan (8) UU 10 Tahun 2016.
Heru Widodo selaku kuasa hukum Rusli Habibie mengapresiasi putusan MK itu. Dengan putusan MK itu maka tidak ada lagi pembedaan pemberlakuan syarat calon kepala daerah yang pernah dipidana.
“Mantan terpidana yang diancam dengan hukuman lima tahun atau lebih saja yang tidak dapat mencalonkan diri menjadi kepala daerah,” ujarnya saat ditemui usai putusan.
Heru berharap agar putusan ini memberikan kepastian hukum kepada Rusli dan kepala daerah lainnya yang menghadapi persoalan serupa.
Untuk diketahui, Rusli dalam permohonannya menilai norma Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada telah memperluas cakupan tindak pidana. Yang awalnya pembatasan hanya terhadap perbuatan pidana yang diancam dengan penjara lima tahun atau lebih, menjadi menjadi seluruh tindak pidana sekalipun ancaman penjaranya hanya percobaan.
“Norma tersebut telah serta-merta menghukum dan membatasi hak seseorang, padahal suatu norma yang terdapat di dalam Undang-Undang tidak dapat diberlakukan begitu saja,” kata Heru.(far/JPK)