Toyota Target Ekspor Mobil Naik 30 Persen
jpnn.com - JAKARTA - PT Toyota Astra Motor (TAM) optimistis hingga akhir tahun nanti ekspor mobil Toyota ke berbagai negara bisa meningkat 30 persen dibandingkan tahun lalu yang tercatat 120 ribu unit. Hingga saat ini ekspor mobil utuh Toyota buatan Indonesia telah mencapai 560 ribu unit senilai USD 11 miliar (sekitar Rp 130 triliun).
"Kami optimistis ekspor tahun ini bisa meningkat kira-kira 30 persen karena ada peningkatan produksi. Tahun lalu ekspor hampir 120 ribu unit. Saat ini produk Toyota sudah diekspor ke banyak negara, dan terbukti mereka sangat menyukai dan percaya dengan mobil produksi Indonesia," ujar Vice President Director Toyota Astra Motor Suparno Djasmin kemarin.
Suparno Djasmin yang akrab disapa Abong menjadi direktur PT Astra International Tbk yang bertanggung jawab untuk Toyota Group di Indonesia. Abong menggantikan Johnny Darmawan yang memasuki masa purnabakti. Saat ini, selain menjabat sebagai direktur di PT Astra International Tbk, Abong juga menjabat sebagai CEO Toyota Sales Operation (Auto 2000).
Menurut Abong, dari tahun ke tahun Toyota terus meningkatkan ekspor kendaraan ke puluhan negara. Terutama di kawasan Timur Tengah, Amerika Latin, dan Asia Tengara (ASEAN). "Selain mengeskpor kendaraan jadi, kita juga akan memacu ekspor untuk CKD (completely knocked down), mesin, dan komponen," sebutnya.
Saat ini pabrik Toyota Indonesia memiliki kapasitas produksi 250 ribu unit per tahun. Ekspor dalam jumlah besar terjadi pada 2004 melalui produk Avanza dan Innova sekitar 8.400 dan 7.000 unit per tahun.
Volume ekspor tahunan Toyota melalui pabrik yang dikelola PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) meningkat tajam dari hanya 580 unit menjadi lebih dari 118.000 unit per tahun.
Mengenai penjualan mobil di Tanah Air, Abong meyakini akan terus bertumbuh. Walaupun pada kuartal pertama tahun ini peningkatannya tidak sebaik periode yang sama tahun lalu. Dia mengakui, saat ini tengah terjadi perang harga antarmerek di Indonesia. Hal itu karena terlalu besarnya suplai ketimbang penjualan retail. Akibatnya, banyak stok yang menumpuk.
"Memang sedang terjadi perang harga, gimmick, dan kampanye diskon besar-besaran. Karena masing-masing merek kapasitasnya bertambah. Kami di Toyota akan berusaha menormalisasi dengan memacu penjualan ritel sekaligus me-manage suplai. Denan begitu, secara bertahap bisa kembali normal. Namun, kami tidak bisa mengontrol suplai merek-merek di luar Astra atau Toyota, itu dinamika pasar," tutur mantan CEO Daihatsu Sales Operation ini.
Dia meyakini, kondisi kuartal kedua tahun ini tidak jauh berbeda dengan kuartal pertama. Pada kuartal pertama, total penjualan otomotif nasional tercatat 328.554 unit.
Meskipun demikian, dia menilai daya beli masyarakat tetap ada. Apalagi penetrasi kepemilikan mobil di Tanah Air masih rendah.
"Kendaraan dibutuhkan untuk mobilitas kegiatan sehari-hari, termasuk untuk usaha. Sepanjang tiga bulan pertama tahun ini terjadi kenaikan whole sales 11 persen, walaupun secara ritel naiknya hanya tujuh persen. Tetapi ini menunjukkan daya beli masih ada," katanya. (wir/oki)