Tudingan Denny Cemarkan Nama Baik BG Tak Dapat Dibenarkan
JAKARTA - Sekretaris Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Suryadi Radjab menilai langkah Pembela Kesatuan Tanah Air (Pekat) yang melaporkan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana ke Polres Metro Jakarta Barat, Rabu (4/2) kemarin, tidak dapat dibenarkan.
Apalagi pelaporan dilakukan atas tuduhan Denny telah melakukan pencemaran nama baik terkait pernyataannya yang mengatakan Komjen Pol Budi Gunawan (BG) menggunakan 'jurus mabuk' untuk bertahan sebagai calon Kapolri yang gagal.
Menurut Suryadi, ada beberapa alasan mengapa laporan disebut tidak dapat dibenarkan. Antara lain, kedudukan BG merupakan pejabat kepolisian. Dengan demikian, sangat mungkin BG menuai sorotan dari publik. Baik itu memberi dukungan, menolak dan bahkan menyampaikan pendapat atau kritik yang tajam.
Di mana sebagian pendapat dan ekspresi tersebut tersaji dalam media massa. Baik berbentuk teks dan gambar, maupun video sebagai sarana yang mencerminkan kebebasan berpendapat.
“Alasan lain, pro kontra atas pelantikan BG hanyalah ekspresi perbedaan pendapat. Di satu sisi mendukung karena diusulkan Presiden dan telah disetujui DPR. Di sisi lain, BG juga tercatat sebagai tersangka,” katanya.
Suryadi juga mengungkapkan, setiap orang yang mengekspresikan kebebasan, berada dalam lingkup hak-hak manusia, bukan tindak pidana. Karena itu istilah “jurus mabuk” yang dilontarkan Denny, menurut Suryadi, lebih merupakan kritik atau opininya untuk menggambarkan jurus-jurus yang digunakan BG bertahan dan masih mengincar jabatan Kapolri.
“Padahal KPK-kan sudah menetapkannya sebagai tersangka pelaku tindak pidana korupsi. BG masih berharap menempati jabatan sebagai pimpinan tertinggi penegak hukum. Jadi secara moral politik, sikap bertahan atau tidak mau mundur ini tergolong buruk. BG tidak meneruskan tradisi mantan pejabat di era SBY. BG juga tidak mengikuti jejak Bambang Widjojanto (BW) yang meletakkan jabatan di KPK. Sehingga BG dapat dinilai tidak memberikan contoh baik di tubuh kepolisian,” katanya.
Selain itu, Suryadi menilai perbedaan pendapat antara kubu pro dan anti BG tidak termasuk dalam wilayah tindak pidana. Karena itu kalau pelaku kebebasan berpendapat dijebloskan ke dalam tuduhan tindak pidana, akan menimbulkan kriminalisasi atas pelaku kebebasan tersebut.
“Kalau Polres Metro Jakarta Barat ceroboh atau memaksakan diri melanjutkan laporan tentang pendapat Denny, maka dapat dituduh balik Polres melakukan kriminalisasi. Tidak ada tindak pidana, namun diada-adakan. Seandainya Denny dipenjara atas pendapatnya, maka inilah yang disebut tahanan politik,” katanya.
Untuk itu PBHI kata Suryadi, meminta Presiden Jokowi mengawasi perilaku kepolisian di Jakarta yang dapat menggiringnya sebagai pelaku pelanggaran hak-hak manusia, khususnya dalam kaitan delik aduan pidana atas Denny Indrayana.
“PBHI juga mendesak Pelaksana Tugas (Plt) Kapolri untuk tidak meneruskan kasus ekspresi kebebasan dijebloskan ke dalam tindak pidana. Permintaan dan desakan ini untuk mencegah berulangnya keburukan pemerintah dan kepolisian di era Presiden Megawati,” katanya. (gir/jpnn)