Tujuh Hari Jelang Pemilu, Polri Minta Masyarakat Setop Sebar Hoaks
jpnn.com, JAKARTA - Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, tujuh hari menjelang pencoblosan Pemilu 2019, sejumlah ancaman gangguan kamtibmas seperti berita hoaks di media sosial masih beredar.
Untuk itu, dia meminta agar masyarakat tak usah lagi menyebarkan kabar hoaks. Salah satunya soal data hasil penghitungan suara Pemilu 2019 di luar negeri.
“Dari komisioner KPU sudah menyatakan memang ada pemilihan umum awal bagi pemilih yang berdomisili di luar negeri. Namun penghitungan suaranya akan dilaksanakan pada tanggal 17 April 2019,” tegas Dedi di Jakarta, Rabu (10/4).
Polri memperkirakan berita-berita yang meresahkan serupa akan terus bermunculan. Selain itu, tidak menutup kemungkinan adanya metode penyebaran berita bohong lainnya.
Contohnya penyebaran SMS melalui peralatan broadcasting yang dapat diterima oleh siapa saja di suatu daerah tertentu. Seperti di kerumunan orang yang menghadiri suatu pertemuan terbuka atau kampanye.
“Umumnya isi SMS itu adalah black campaign maupun negative campaign yang menyerang individu tertentu, atau mendelegitimasi pemerintah hingga KPU sebagai penyelenggara pemilu,” sambung Dedi.
Selain itu, beberapa isu negatif seperti KTP palsu yang tercecer, kontainer berisi surat suara tercoblos, sampai yang terakhir adalah isu tentang server KPU yang telah dikondisikan untuk memenangkan salah satu paslon, telah diungkap dan pelakunya telah ditangkap.
Polri pun mengingatkan bahwa meneruskan berita atau pemberitahuan bohong dapat dikenakan pidana dengan ancaman penjara setinggi-tinggi selama sepuluh tahun. "Bahkan, apabila yang disebarkan mengandung ujaran kebencian atau SARA akan dikenakan hukuman penjara paling lama enam tahun” tandas Dedi. (cuy/jpnn)