Uang Negara untuk Jamin Koruptor PLN Belawan Dikecam
jpnn.com - JAKARTA - Pemindahan status tahanan terdakwa korupsi proyek di PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sektor Pembangkit Belawan, Ermawan Arif Budiman, dari tahanan rutan menjadi tahanan kota oleh Pengadilan Tipikor Medan beberapa waktu lalu, dikecam sejumlah pihak.
Pasalnya, uang jaminan yang digelontorkan untuk menjamin Ermawan agar tidak kabur saat menjalani masa tahanan kotanya, ternyata berasal dari uang kas negara.
Sebagaimana telah diberitakan, bahwa Direktur PT PLN Nur Pamudji beserta Manajer PT PLN Kitsbu Benardus Sudarmana bersedia menjadi pihak penjamin penangguhan penahanan Ermawan.
Terdakwa kasus pengadaan flame turbine Life Time Extention (LTE) Major Overhouls Gas Turbine (GT)-12 di PT PLN Sektor Pembangkit Belawan tersebut, dijamin dengan uang jaminan sebesar Rp 23,9 miliar yang dananya bersumber dari kas perusahaan.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan bahwa penjaminan seoarang terdakwa dengan uang negara merupakan hal yang tidak etis dilakukan oleh pejabat di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Pengalihan penahanan menjadi tidak boleh ketika menggunakan uang jaminan pakai dana BUMN. Ya itu malah bisa dinyatakan korupsi bagi pengguna atau pemberi uang jaminan tersebut," kata Boyamin saat dihubungi Jawa Pos kemarin (20/4).
Dengan menggunakan uang jaminan dari uang kas di salah satu perusahaan negara tersebut, Boyamin menyatakan bahwa ujung dari kasus korupsi tersebut sudah jelas. Yakni negara tetap kalah melawan koruptor karena uang negara tetap hilang, meski pelaku telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan.
"Tapi ujung-ujungnya uang BUMN tersebut yang jadi hilang," tandas kuasa hukum mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar tersebut.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Kontraktor Kelistrikan Indonesia (Akklindo) Janto Dearmanto mengatakan bahwa alasan tidak akan melarikan diri dan akan memenuhi panggilan persidangan dan tidak mempersulit pemeriksaan, masih bisa diterima.
"Tapi tidak demikian jika alasannya tidak akan menghilangkan barang bukti dan tidak akan mengulangi perbuatannya, alasan ini pasti tidak bisa diterima akal sehat, karena setelah diberikannya penangguhan penahanan, yang bersangkutan justru ditempatkan bekerja di lingkungan PT PLN Kitsbu," ujar Janto. (dod)