Ulasan Pakar Hukum soal Rekaman Percakapan Rini Soemarno
jpnn.com, JAKARTA - Muncul desakan agar aparat penegak hukum mengusut kasus rekaman percakapan Rini Soemarno dan Dirut PLN Sofyan Basir.
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menjelaskan, ada dua sisi yang perlu dipertimbangkan penegak hukum, yakni dugaan korupsi dan penyadapan. ”Lalu, mana yang harus didahulukan untuk ditindak,” terangnya.
Bila mengacu pada undang-undang tindak pidana korupsi (UU Tipikor), maka dugaan korupsinya yang harus ditindaklanjuti terlebih dahulu. Dalam hal ini, tentunya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jangan acuh. ”Itu jelas-jelas bukti dugaan korupsi,” terangnya.
Setelah dipastikan bahwa ternyata bukan tindak pidana korupsi, barulah penyadapannya bisa ditindak secara hukum. ”Tentunya itu kewenangannya kepolisian,” paparnya dihubungi Jawa Pos, Minggu (30/4).
Pemerhati telematika dan multimedia Roy Suryo mengatakan, pernyataan sekretaris Kementerian BUMN menimbulkan multipersepsi. Jika rekaman itu dinyatakan hasil editan, maka dia mendesak Kementerian BUMN membuka secara transparan rekaman yang utuh atau asli. "Sehingga tidak memunculkan multipersepsi," ucapnya.
Sebenarnya, terang dia, sangat mudah untuk menguji apakah rekaman tersebut asli atau bukan. Jika memang diperlukan, Bareskrim Polri bisa melakukan validasi terhadap percakapan yang sudah menyebar luas di media sosial itu.
Rekaman itu menimbulkan tanda tanya di tengah masyarakat. Persepsi dan dugaan pun bermunculan. Apa sebenarnya yang dibicarakan dua pejabat itu.
Roy mendesak pihak berwajib untuk mengungkap siapa pengedit dan pembocor rekaman itu. Apa motif di balik pembocoran rekaman percakapan tersebut. "Demi transparansi semua pihak, " urainya. Dia menilai, persoalan itu merupakan skandal yang memalukan di republik ini. (idr/tyo/jun/vir/lum/agf)