Ulasan Pakar tentang Penggunaan Lie Detector
jpnn.com - JAKARTA - Psikiater Forensik Natalia Widiasih Raharjanti menolak memberikan keterangan terkait sosok Jesica Kumala yang sudah ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Wayan Mirna.
Menurutnya, dia tidak bisa menentukan apakah Jessica mempunyai gangguan kepribadian neurotic atau tidak, tanpa memeriksa langsung. Pasalnya, kesimpulan diagnosis berasal dari berbagai pemeriksaan psikologis dan analisa medis yang objektif.
’’Saya tidak bisa menuduh seseorang punya masalah psikologis hanya dengan pengamatan saja. Kalau mau tanya soal diagnosa lebih baik tanya ke psikiater forensik yang memeriksa secara langsung,’’ ujarnya saat dihubuni Jawa Pos kemarin (30/1).
Sementara, Psikolog Klinis Kasandra Putranto mengatakan, tes-tes psikologis seperti lie detector masih mengandung kotroversi dalam penggunaannya. Pasalnya, berdasarkan penelitian, ada segolongan profil yang mampu mengendalikan emosi dan memanipulasi alat tersebut.
Namun, dia mengaku bahwa proses psikiatri forensik tak hanya bergantung pada satu dua proses saja. Menurutnya, dunia forensik saat ini terdiri dari berbagai bidang studi. Mulai dari otopsi fisik, kimia forensik, IT forensik, sampai forensik psikologis yang juga dikenal sebagai criminal profiling.
’’Yang perlu dilakukan hanya mencari hubungan setiap bukti yang ada dengan forensik tersebut. Dan itu sudah cukup menjadi alat bukti. Metode pengakuan sendiri sudah lama jarang, tidak dilakukan oleh kepolisian,’’ terangnya.
Dia juga tak menampik, beban mental seseorang yang ditetapkan pasti tinggi. Mulai dari menerima surat panggilan pun pasti menghasilkan dampak mental. Namun, ada juga orang-orang dengan kualifikasi tertentu yang menjadi pengecualian. Namun, dia menegaskan bahwa hal itu belum bisa menjadi diagnosis psikologis. (bil)