Urung Salat karena Imam Perempuan
Peristiwa yang dialami Bakkioui itu juga terjadi pada beberapa muslimah London lain. Mereka bingung, terkejut, bahkan marah saat menjumpai praktik jamaah IMI di ibu kota.
Sesuai dengan misi mereka, IMI memang berusaha untuk membuat Islam menjadi lebih inklusif. Salah satunya, tidak terpaku pada aturan yang menyatakan bahwa imam haruslah seorang pria. "Tidak ada ayat di Alquran yang melarang perempuan untuk memimpin salat," ucap Tamsila Tauqir, anggota IMI lain.
Rekan Naima tersebut juga menjelaskan, IMI mengizinkan lelaki dan wanita untuk duduk berdampingan saat beribadah. Hal itu tidak seperti yang terlihat di masjid atau musala selama ini. Yakni, pria dan wanita menempati bagian yang berbeda meski berada dalam satu ruangan.
Sekali lagi, dia menegaskan, aturan posisi salat umat muslim tidak diatur dalam Alquran. "Di sana (Alquran), tidak disebutkan bahwa lelaki dan wanita tidak boleh berdampingan saat menunaikan salat," ujar gadis yang memadukan pakaian muslimnya dengan sepatu bot tersebut. Karena itu, dia gencar mengampanyekan pemahamannya tersebut melalui IMI sejak November.
Namun, bagi Bakkioui, pemahaman Naima dan Tauqir itu tidak benar. Guru matematika tersebut tidak pernah sepakat dengan ajaran IMI tersebut. Dia juga menepis anggapan IMI bahwa kaum muslim mempraktikkan ajaran yang patriarki dan hanya berdasar pada tradisi budaya Arab. "Apa yang mereka ajarkan tersebut bukanlah Islam. Semua itu salah," tuturnya.
Bakkioui lalu menerangkan, perempuan tidak pernah bisa menjadi imam selama ada pria di dalam ruangan yang sama. Prialah, menurut dia, yang lebih berhak untuk memimpin salat.
Mengenai posisi salat, dia menganggap bahwa yang selama ini dipraktikan merupakan hal yang benar. Bukan semata-mata karena isu gender atau patriarki, tetapi juga kesopanan.
"Kita memang berada di belakang. Tujuannya, kita tidak perlu curiga bila para jamaah pria mengintip atau memandangi pantat saat kita membungkuk. Itu yang seharusnya dipahami," ungkap Bakkioui.