Usut Tuntas Kasus Penembakan Polisi di Solok Selatan: Menunggu Implementasi Revolusi Mental Polri
Oleh: DR. I Wayan Sudirta, SH, MH - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI PerjuanganAlhasil, korban meninggal dunia. Walaupun pelaku kemudian menyerahkan diri, namun tindakan arogansinya mengundang kemarahan publik, terlebih masyarakat melihat bahwa korban meninggal disaat dirinya melakukan kerjanya yakni penegakan hukum.
Di berbagai media sosial, masalah ini langsung mengundang komentar negatif dan menurunkan citra Polri. Komisi III DPR merespon dengan akan mengundang Polda Sumatera Barat dan akan mengawasi Polri dalam penanganan kasus ini.
Permasalahan seperti ini bukan pertama kali terjadi dan tentunya wajar jika pasti sering terjadi, walaupun tidak banyak mencuat ke publik.
Permasalahan di Solok tersebut mengingatkan kita pada kasus Ferdi Sambo yang menembak ajudannya sendiri. Pembunuhan ini bahkan melibatkan banyak pihak untuk menutup-nutupi pembunuhan yang dilakukan oleh Ferdi Sambo.
Bahkan permasalahan ini melebar ke arah “konsorsium 303” (kartel perjudian). Kasus Polisi tembak polisi sebagaimana kasus Sambo juga beberapa kali terjadi hingga mencuat ke publik. Sebut saja seperti kasus di Polsek Sirenja, Donggala pada 2019, peristiwa di Polres Lombok Timur (2021), kasus di Lampung (Polsek Way Pengubuan di tahun 2022).
Kini semua mata menunggu Polri menindak tegas, baik dari sisi penegakan hukum, penanganan pelanggaran etik, maupun hingga langkah strategis Polri untuk mencegah citra dan budaya arogansi dan represif yang sangat melekat pada Aparat Kepolisian.
Walaupun selama ini, Polri telah dianggap terbuka dan responsif terhadap penanganan kasusnya, namun kasus ini tetap menyisakan beberapa pekerjaan rumah yang besar bagi Polri untuk mengembalikan citranya kepada publik.
Beberapa hal yang menurut saya perlu untuk menjadi perhatian Polri adalah: