UU Bank Syariah Disahkan
jpnn.com - Pengambilan keputusan pengesahan RUU Perbankan Syariah kemarin dihadiri 328 anggota dewan. Artinya, sudah memenuhi kuorum karena jumlah anggota DPR 549 orang. Hadir di rapat paripurna tersebut Menkum HAM Andi Mattalatta dan Menteri Agama HM. Maftuh Basyuni. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Depkeu Anggito Abimanyu hadir mewakili Menkeu Sri Mulyani Indrawati.
Sementara, sikap penolakan F-PDS didasari empat alasan. Pertama, sudah ada UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah menjadi UU No. 10 Tahun 1998 yang mengatur tentang perbankan. Menurut F-PDS, perbankan syariah sudah diatur di UU tersebut.
F-PDS mengakui UU No.10 Tahun 1998 itu merupakan pengaturan perbankan yang bersifat umum. Namun, sebagaimana disampaikan pembaca pandangan akhir Fraksi Partai Damai Sejahtera Retna Rosmanita Situmorang, “Sudah tidak perlu lagi dibuatkan UU khusus yang mengatur kegiatan perbankan syariah.”
Alasan Kedua, RUU Perbankan Syariah bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, khususnya pasal 27 ayat 1. “Ketiga, RUU Perbankan Syariah kami nilai tidak sesuai dengan kontrak sosial yang disepakati para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia dan para pencita keutuhan NKRI,” ujar Retna Rosmanita Situmorang dengan suara mantap.
Alasan terakhir, di sejumlah negara lain produk syariah tidak menggunakan payung hukum UU, namun sebatas aturan turunan UU. Ini, kata Rosmanita, merupakan hasil kunjungan kerja angota panja perbankan syariah ke sejumlah negara. Rosmanita sebagai jubir F-PDS meminta penolakan PDS dijadikan catatan sebagai nota keberatan.
Sikap penolakan F-PDS ini konsisten dengan sikapnya terdahulu. Pada rapat kerja Komisi XI DPR dengan Menkeu, Menkum HAM, dan Menag pada 6 Juni lalu, F-PDS juga sudah bersikap demikian. Saat itu, penolakan F-PDS ditunjukkan dengan ketidakhadiran anggotanya di raker tersebut. Karena tidak hadir, forum menilai F-PDS menyetujui RUU tersebut untuk dibawa ke paripurna guna mendapat pengesahan.