Voting Tertutup Bikin Golkar Mundur Lagi
jpnn.com - NUSA DUA - Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syarif Hidayat memuji keputusan Golkar yang membatalkan keharusan mahar dalam proses pendaftaran bakal calon ketua umum Partai Golkar di ajang Munaslub tahun 2016.
Tapi, menurut Syarif, hal positif tersebut mereka rusak lagi seiring dengan kuatnya penolakan terhadap voting terbuka untuk memilih ketua umum dalam Munaslub yang tengah berlangsung di Nusa Dua, Badung - Bali.
“Semula saya memahami batalnya syarat mahar pendaftaran merupakan salah satu fakta bahwa Golkar telah memulai proses revitalisasi dan reformasi internalnya. Tapi di Munaslub menguat wacana sistem pemilihan ketua umum dengan voting tertutup. Bagi saya, ini dalam hitungan hari Golkar kembali keselera asalnya, yakni politik dagang sapi dan transaksional,” kata Syarif, saat dihubungi watawan, Minggu (15/5).
Kalau mau merevitalisasi dan reformasi lanjutnya, mestinya pembatalan mahar diikuti dengan sistem pemilihan ketua umum secara terbuka saja. “Mestinya berlanjut ke sistem voting terbuka, tinggal tradisi voting tertutup,” tegasnya.
Dia menjelaskanvoting tertutup tidak sesuai dengan asas demokrasi dan semangat revitalisasi serta reformasi seperti yang digadang-gadang oleh Ketua Umum Aburizal Bakrie ke publik.
“Sepertinya munaslub ini membuat posisi Golkar menjadi kepalang tanggung, dari ada mahar menjadi tanpa mahar dan seharusnya berujung ke pemilihan ketua umum dengan voting terbuka. Tapi ini mundur lagi dengan cara voting tertutup. Kepalang basah, mandi sekalian," usul dia.
Apalagi menjelang pemungutan suara yang direncanakan Senin (15/5), berkembang klaim dari kedelapan calon ketua umum tentang dukungan terhadap dirinya. “Hanya voting terbuka yang bisa secara pasti dan dan terukur sebagai alat untuk membuktikan dukungan tersebut. Sebaliknya, kalau voting tertutup tidak kelihatan siapa mendukung siapa. Ngambang jadinya," tegas dia.
Kalau dipilih voting terbuka, Syarif yakin pihak yang kalah akan menerima konsekuensi demokrasi itu. “Katanya Golkar partai tua, mestinya semua faksi dan calon ketua umum Golkar menerima kalah atau menang dalam sebuah kontes demokrasi. Yang kalah jangan lapor-lapor lagi ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia," pungkasnya.(fas/jpnn)