Wakil Ketua MPR: Tanpa GBHN Indonesia Akan Poco-poco
jpnn.com - BEKASI - Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid mengatakan, saat ini banyak yang salah kaprah dan kebablasan mengimplementasikan Hak Asasi Manusia (HAM). Yakni konteks kebebasan berpendapat dan berserikat sebagaimana yang diatur dalam UUD 45, Bab XA tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
"Kebebasan diartikan sangat bebas sebebas-bebasnya seperti banyak yang menuntut soal pernikahan lintas agama, kebebasan pernikahan sejenis sampai menginterpretasikan agama seenak-enaknya dengan berlindung atas nama kebebasan berpendapat," kata Hidayat dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR RI kerjasama MPR RI dengan Ikatan Da'i Indonesia (Ikadi), di aula Asrama Haji Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (13/2).
Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mencontohkan munculnya fenomena Gafatar. Selain itu, ada yang sampai mengaku nabi serta aksi-aksi radikalisme.
Padahal, lanjut Hidayat, kebebasan dibenarkan namun dengan batasan seperti yang tercantum dalam Pasal 28 J UUD 45, "Berkewajiban menghargai hak asasi orang lain serta tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan UU,” tambahnya.
Selain itu, Hidayat juga menyinggung arah pembangunan nasional. Indonesia katanya, butuh semacam haluan atau panduan negara seperti GBHN agar arah pembangunan terencana.
"Kenapa sangat perlu sebuah haluan negara? Sebab selama ini arah pembangunan nasional sesuai dengan visi dan misi presiden. Padahal sesuai konstitusi, presiden maksimal hanya menjabat selama dua periode atau 10 tahun. Indonesia negara yang sangat besar, mustahil arah pembangunannya jangka pendek hanya 10 tahun. Jika presiden berganti, tidak ada jaminan presiden selanjutnya akan melanjutkan program presiden sebelumnya. Kalau itu terjadi maka Indonesia hanya seperti menari poco-poco, bergerak maju mundur samping kanan dan kiri berputar-putar saja," ungkapnya. (fas/jpnn)