Waktunya Fahri Buktikan Idealismenya
jpnn.com - JAKARTA - Sosiolog politik dan organisasi dari FISIP UI, Arief Munandar menilai bahwa gonjang-ganjing pemecatan Fahri Hamzah oleh Pimpinan PKS merupakan ujian bagi kedua belah pihak.
Di satu sisi pimpinan baru PKS menegaskan keinginan untuk memperkokoh jatidiri sebagai partai dakwah dan partai kader. Di sisi lain, para kader dan publik eksternal menunggu-nunggu bukti seberapa kredibel pernyataan tersebut.
"Adalah sangat masuk akal, di setiap organisasi, jika pimpinan baru memilih dan menetapkan arah baru organisasi dengan harapan seluruh kader di seluruh lini dan jenjang menaati arahan tersebut," kata Arief dalam rilisnya, Selasa (5/4).
Secara aksiomatis lanjutnya, menjadi sangat wajar jika kader yang menyimpang dari arah baru yang ditetapkan mendapatkan teguran, peringatan, sanksi, hingga pemecatan, jika pelanggaran yang dilakukan dinilai berat.
"Dalam konteks ini saya memuji langkah pimpinan baru PKS yang secara intens melakukan briefing kepada para pejabat publiknya yang dipandang sebagai etalase politik PKS di tengah masyarakat luas, termasuk Fahri Hamzah yang menjabat Wakil Ketua DPR-RI," jelasnya.
Oleh karena itu, Arief menilai tidak perlu dipandang luar biasa jika sejumlah manuver politik Fahri yang oleh sebagian besar kalangan dimaknai menentang kebijakan pimpinan partai seperti konsisten menyuarakan pembubaran KPK, dukungan terhadap gagasan kenaikan tunjangan pejabat negara dan yang teranyar, dukungan terhadap Setya Novanto saat tersandung kasus papa minta saham. "Padahal, pimpinan PKS menegaskan komitmen pada penguatan KPK," tegasnya.
Sebenarnya kata Arief, masalah ini merupakan ujian terhadap kredibilitas Fahri Hamzah sebagai politisi. "Masyarakat akan segera dapat jawaban, apakah gempita perlawanan yang ditunjukkan Fahri hari-hari belakangan ini benar-benar untuk membela idealisme yang diyakini, atau sebaliknya, sekedar upaya mempertahankan kedudukan sebagai elit partai dan pejabat publik?" tanya Arief.
Sayangnya ujar Arief, respon Fahri yang terkesan keras, seperti menuduh Presiden PKS sebagai dalang pemecatannya, sulit ditafsirkan sebagai sikap dan perilaku politisi negarawan.