Wali Kota Bogor Bima Arya Bongkar Kecurangan PPDB Sistem Zonasi
Untuk memastikan keaslian data tersebut, Bima meminta Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil menyesuaikan data dengan beberapa data baru yang ditemukan di rumah tersebut. Terlebih lagi dalam satu titik rumah ada tiga nama siswa yang terdaftar di SMA Negeri 1 Kota Bogor. Bima juga mengaku akan menggugurkan pendaftaran siswa yang melakukan manipulasi data. Sebab, hal itu masuk ranah pidana dengan cara memanipulasi data.
Masa penerimaan siswa baru ini marak oknum-oknun pemalsu dokumen kependudukan. Hal itu menjadi gambaran untuk melakukan evaluasi PPBD secara nasional. “Artinya, konsep zonasi ini lemah. Ketika sistem kependudukan belum kuat,” imbuh politikus PAN itu.
BACA JUGA: Dampak PPDB Sistem Zonasi, Usaha Indekos Gulung Tikar
Meski kewenangan SMA kini ada di provinsi, Bima Arya mengaku akan mengusulkan agar siswa tersebut didiskualifikasi. “Nanti minggu depan kami ada pertemuan Apeksi (Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia, red), saya akan bawa persoalan ini untuk dievaluasi secara menyeluruh. Sebagai kepala daerah, pasti juga teman-teman yang lain banyak mengalami hal seperti ini di wilayah masing-masing,” tuturnya.
Penerapan sistem zonasi dalam pelaksanaan PPDB tingkat SMP, SMA/SMK negeri tahun 2019 menuai kritik. Kali ini kritikan datang dari akademisi di wilayah Bogor. Bagi mereka, sistem ini mengekang hak para pelajar mendapatkan mutu atau kualitas pendidikan yang baik.
Menurut Rektor Universitas Djuanda Bogor, Dede Kardaya, dengan penerapan sistem zonasi ini pemerintah menutup peluang para pelajar bisa berkreasi di mana saja. Apalagi saat ini zamannya era digital yang seharusnya itu sudah bebas dari zonasi. Belum lagi pemerintah juga harus memikirkan mutu pendidikan yang diberikan bagi para pelajar dari luar daerah, yang di mana wilayahnya tidak terjangkau internet.
Karena itu, hambatan seperti ini harus hilang, sebab semua hal saat ini sudah berkaitan dengan akses internet. “Seharusnya tidak perlu memakai zonasi, cukup seleksi saja menurut saya,” katanya. “Kalaupun mau kuota yang diberikan, jangan 90:10 persen, tapi 75:25 persen. Kurang kalau segitu mah. Biar memberi kesempatan luas juga (bagi pelajar dari luar daerah, red),” sambungnya. (yos/ogi/c/mam/run)