Warga DKI Masih Trauma, Gubernur Baru Malah Bicara Pribumi
jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Mejelis Dzikir Hubbul Wathon Hery Haryanto Azumi menganggap pidato Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bisa memecah belah masyarakat.
Dia menilai, Anies tidak tepat menyebut istilah “pribumi” dalam pidato politiknya usai dilantik sebagai gubernur DKI Jakarta, Senin (16/10) lalu.
“Ya, sudah tidak tepat kita sekarang bicara politik pribumi dan non-pribumi. Kan sudah ada aturannya. Malah bisa mendatangkan poralisasi baru ungkapan itu,” kata Hery dalam keterangan yang diterima, Selasa (17/10).
Dia menegaskan, pemerintah juga punya larangan yang tegas ihwal pengunaan istilah "pribumi" tersebut. Aturan itu tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Non-Pribumi dalam Semua Perumusan dan Penyelenggaraan Kebijakan, Perencanaan Program, ataupun Pelaksanaan Kegiatan Penyelenggaraan Pemerintah.
Selain itu, kata Hery, mengotak-ngotakkan antara pribumi dan nonpribumi justru menimbulkan polemik yang berdampak buruk pada citra Pemprov DKI.
“Spekulasi tafsir negatif bisa muncul jika seorang pejabat negara masih mengotak-ngotakan antara pribumi dan non-pribumi. Kan semua WNI itu pribumi,” terang Hery.
Seharusnya, menurut Hery, pidato politik Anies bernuansa persatuan dan kebersamaan. Hal ini mengingat trauma warga DKI yang terbelah saat perbedaan politik pada Pilgub DKI kemarin.
“Setelah resmi jadi gubernur, tugas pasangan Anies-Sandi itu dua, pertama bagaimana mereka memulihkan kembali hubungan warga DKI yang pernah retak saat pilkada. Kedua adalah bagaimana melakukan kerja keras menunaikan janji politik,” tegas pria yang menjabat sebagai Wasekjen PBNU itu. (Mg4/jpnn)