Warisan Dirampas, Kaum Dhuafa Minta Keadilan
Selasa, 17 Mei 2011 – 16:57 WIB
PALU – Isa Mohsen Bin Ubud Isa Alamri mencari keadilan hukum atas nasibnya. Kakek berusia 62 tahun asal Tawaeli itu, mendatangi Graha Pena Radar Sulteng (Group JPNN). Dia, mengatakan, sudah lelah mencari keadilan hukum atas tanahnya yang berlokasi di jalan sungai Sausu dan Surumana Kelurahan Siranindi (dulu Kamonji), Palu Barat. Menurutnya, tanah miliknya itu masih ditempati anak orang yang pernah menggugatnya. Bahkan Mohsen, mengaku bahwa dia pernah dipenjara. Belakangan kemudian dia banding dan kasusnya itu dimenangkannya sampai ke tingkat Kasasi Mahkamah Agung nomor 739/ panmud.Pid/1337 K/Pid/2007 tertanggal 9 Mei 2008 di Jakarta yang ditujukan ke PN Palu. “Sampai sekarang saya tidak bisa mengklaim tanah itu tanah saya atas warisan almarhum orangtua saya,” ujar Isa, Selasa (16/5).
Sejauh ini, Isa, mengatakan sudah menempuh jalur hukum, namun belum ada tanggapan. “Saya disarankan teman saya ke polisi. Saya sudah mendatangi Polsek Palu Barat. Di sana saya disuruh ke kelurahan Siranindi. Sampai di kelurahan, pihak kelurahan memanggil pihak yang menempati rumah. Tetapi belum ada kejelasan sampai sekarang. Tiga tahun sudah berlalu, tidak ada hasil,” ujarnya.
Akibat kasus yang melilitnya itu, dia harus bercerai dengan istrinya dan sekarang nasibnya terlunta-lunta. “Saya tidur dari masjid-ke masjid,” ujarnya. Seperti salinan kasasi MA yang disampaikan Radar Sulteng, tanah warisan Isa ialah peninggalan almarhum bapaknya Ubud dari warisan kakeknya Alamri. Tanah tersebut luasnya 30 x 40 meter tanpa sertifikat tanah. (bar/awa/jpnn)